Thursday 19 February 2009

Wanita Solehah - imannya teguh bagaikan gunung

Ketika Omar sedang mengelilingi kota dalam kegelapan malam sebagaimana yang biasa dilakukannya, sampailah beliau berhampiran rumah seorang perempuan yang sedang menahan gejolak nafsu karena ditinggal suaminya yang sedang berjihad sekian lama. Untuk sekadar menghibur diri sendiri dalam kesepian yang begitu mendalam, terlantunlah syair ini yang kemudian didengar oleh Umar.

Malam kian larut berselimut gulita
Telah sekian lama tiada kekasih kucumbu
Demi Allah, bila bukan karena mengingat-Mu  
Niscaya ranjang ini telah bergoyang                              
Namun duhai rabbi,
Rasa malu telah menghalangiku…

Penderitaan wanita itu tidak berakhir dalam kemaksiatan. Kesetiaannya masih tegak berdiri seperti gunung memaku bumi. Padahal badai hasrat itu begitu kuat seakan tsunami yang mengaut apa saja di jalanan. Namun ‘al khauf’ ( takut ) yang menghantui jiwanya memenangkan Allah atas segalanya. Hatinya dikuasai Allah, keimanannya begitu unggul, tidak tergugat sedikit pun dengan ujian yang dilalui.

Selepas pertemuan ini, maka Umar bersegera menemui puterinya yang tercinta, Hafshah, kemudian bertanya, “Berapa lama seorang perempuan tahan menunggu suaminya ?“ Dijawablah oleh Hafshah, “empat bulan”. Setelah kejadian tersebut, Umar memerintahkan kepada para panglima perang untuk tidak membiarkan seorangpun dari tenteranya meninggalkan keluarganya lebih dari empat bulan. Begitulah keperihatinan sekaligus penyelesaian seorang pemimpin seperti Umar di zamannya.

Keinginan adalah suatu yang tidak menentu, yang tidak ada penghujungnya terutama dalam kehidupan moden yang materialistik ini. Setelah tercapai suatu keinginan maka timbul pula keinginan lain yang perlu dipenuhi hasratnya. Namun keinginan juga perlu dilihat dari sudut positifnya. Ia hendaklah diletakkan pada kedudukan yang boleh memberikan kepuasan dalam kehidupan. Melaluinya juga kita mampu mencapai cita-cita dan impian serta merancang kehidupan. Di sinilah perlunya keimanan yang boleh mengendalikan nafsu agar tidak tergelincir dari landasan takwa, iaitu melalui akal yang dianugerahkan oleh Allah SWT.

Allah berfirman dalam surah Asy Syams, ayat 7-10 yang bermaksud:

“dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya; sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu; dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”

Lihatlah apa yang sedang berlaku kepada kaum wanita zaman sekarang. Kalau keterbatasan teknologi di zaman Umar pun hampir menggelincirkan iman seorang wanita mukminah, apatah lagi dengan kita sekarang? Zaman di mana teknologi telah membolosi hampir setiap ruang lingkup kehidupan kita. Malah ketika kita menghadap Allah pun deringan HP mengganggu kekhusyukan kita. Hatta yang sedang bertawaf mengelilingi kaabah pun sempat bergayut dengan HPnya. Sistem kapitalisma dan kehidupan materialistik di zaman moden ini telah menjadikan wanita sebagai bahan dagangan. Apa jua produk yang ingin dijual akan menggunakan wanita sebagai bahan tarikan.

Iklan-iklan dalam televisyen contohnya banyak mempengaruhi kehidupan kita. Jika anda ingin kelihatan jantan dan macho anda harus menghisap rokok tertentu. Supaya perempuan kelihatan cantik, pergunakanlah kosmetik keluaran mereka. Tiap-tiap hari penonton disogokkan dengan hiburan dan cerita-cerita kehebatan artis-artis. Mereka itu dijadikan idola. Bukan sedikit dari kalangan para wanita yang tergila-gila ingin memiliki tubuh badan yang cantik seperti idola mereka. Mereka menganggap bahawa kemuliaan dan kebahagiaan akan didapati bila berwajah cantik, kulit yang putih, dan tubuh yang ramping. OLeh kerana itu tidak hairanlah kalau ada wanita yang bermati-matian memutihkan kulitnya, melakukan plastik sergeri untuk merubah paras rupa, menyuntik ‘botox’ agar sentiasa kelihatan muda dan memakan pil pengurus badan, sehingga boleh memudaratkan kesihatan. Semuannya demi mengejar “glamour”.

Inilah punca masalah terbesar yang sedang kita hadapi dewasa ini iaitu jauh dari Allah, jarang mengingati Allah, dan “dikuasainya” hati kita oleh sesuatu selain Allah. Inilah masalah yang akan mendatangkan banyak masalah lainnya. Di kala jauh dari Allah, maka kita akan sesuka hati berbuat maksiat. Tidak ada lagi rasa malu. Tidak ada lagi rasa diawasi oleh Allah, sehingga tidak ada lagi yang mengendalikan perilaku kita. Maksiat inilah yang kemudian melahirkan ketidaktenangan, kehinaan dan kesengsaraan hidup. Betapa rapuhnya keimanan sehingga kita tidak lagi mampu menangkis cabaran dan godaan yang merupakan ujian dari Allah SWT.

“Apakah engkau tidak perhatikan orang yang telah menjadikan hawa nafsu sebagai tuhannya. Apakah engkau akan dapat menjadi pelindungnya. Atau apakah engkau mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami? Mereka itu hanyalah seperti binatang ternak bahkan lebih sesat lagi.” Qs. Al Furqan: (43-44)

Kecantikan dan kemolekan tubuh tidak dapat dijadikan ukuran kemuliaan. Semua itu tidak menjamin seseorang akan bahagia. Sesungguhnya kemuliaan yang diraih seorang wanita solehah adalah karena kemampuannya untuk menjaga martabatnya (‘iffah) dengan hijab serta iman dan takwa. Dengan iffah, seorang muslimah akan selalu menjaga akhlaknya. Salah satu ciri bahwa imannya kuat adalah kemampuannya memelihara rasa “haya” ( malu ). Sebagaimana terukir dalam hadis Nabi Saw. :

”Malu dan iman itu saling bergandengan, jika hilang salah satunya, maka hilanglah bahagian yang lain.” (HR. Hakim dan At-Thabari).

Adanya rasa malu, membuat segala tutur kata dan tindak tanduknya selalu terkawal. Ia tidak akan melakukan sesuatu yang menyimpang dari bimbingan Al-Quran dan Sunnah. Sehingga dengan akhlak yang dimiliki, ia lebih harum daripada kesturi.

Terkenalnya Khadijah bukan karena kecantikan wajahnya, namun kerana pengorbanannya yang tiada tandingan dalam mendukung perjuangan dakwah Rasulullah SAW. Begitu juga Aisyah ra., salah seorang isteri Nabi dan juga seorang cendikiawan muda; darinya para sahabat mendapat banyak ilmu. Manakala Asma binti Yazid pula terkenal sebagai seorang mujahidah yang membinasakan sembilan tentera Romawi di perang Yarmuk, hanya dengan sebilah tiang khemah. Ini hanyalah beberapa contoh tokoh wanita. Masih ramai lagi wanita mulia yang menyumbang pada ummah di zaman masing-masing. Keharuman dan keabadian nama mereka disebabkan oleh kemampuan mengembangkan nilai diri, menjaga iffah (martabat), dan memelihara diri dari kemaksiatan. Sinar kemuliaan mereka muncul dari dalam diri, bukan hanya luaran. Sinar inilah yang lebih abadi.


Rujukan dari Dakwatuna.com