Hadis ini sangat popular ketika bulan Ramadan. Ia sangat digemari di kalangan penceramah dan deejay radio sebagai sebahagian dari isi tazkirah mereka ketika membicarakan pasal puasa di bulan Ramadan. Namun pada hakikatnya status hadis ini perlu dipersoalkan.
Menurut pendapat Ustaz Zaharuddin:
Tambah beliau lagi:
Saya juga tidaklah hairan mengapa para penceramah dan sebahagian ulama kerap menggunakannya, ini adalah kerana hadis ini memang terdapat dalam agak banyak kitab-kitab arab silam samada Fiqh dan hadis tanpa dijelaskan kedudukan dan taraf kekuatannya , antaranya seperti berikut :-
1) I'anah at-Tolibin, 2/255;
2) Tabyin al-haqaiq, 1/179;
3) Syarah Faidhul Qadir, 1/469 ;
4) Targhib wa at-tarhib, 2/58
Apapun, yang lebih penting, banyak lagi ayat al-Quran dan hadith sohih serta hasan berkenaan puasa yang boleh dijadikan modal ceramah para penceramah.
Seorang ustaz telah memberi jawapan yang panjang lebar berkenaan status hadis ini apabila beliau ditanya tentang kedudukan hadis ini.
JAWAPAN OLEH Ust. H. Ahmad Sarwat, INDONESIA
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Hadits yang anda tanyakan kedudukannya itu memang sangat populer di tengah masyarakat, khususnya selama bulan Ramadhan. Dengan hadits itu, para penceramah banyak mengajak orang-orang agar memanfaatkan bulan Ramadhan untuk khusyu' beribadah, agar mendapatkan tiga hal tersebut. Yaitu rahmah dari Allah, ampunan-Nya serta pembebasan dari neraka.
Namun menarik sekali apa yang disampaikan oleh ustadz yang antum ceritakan bahwa ternyata menurut beliau hadits itu bermasalah dari sanad dan kekuatannya jalur periwayatannya. Betulkah?
Kami berupaya membolak balik beberapa literatur serta tulisan dari para ulama ahli hadits terkait dengan haditsi ini. Kami menemukan uraian yang menarik dari seorang ustadz ahli hadits di Indonesia, yaitu Al-Ustadz Prof. Ali Mustafa Ya'qub, MA.
Menurut beliau, hadits itu memang bermasalah dari segi periwayatannya. Sebenarnya hadits ini diriwayatkan tidak hanya lewat satu jalur saja, namun ada dua jalur. Sayangnya, menurut beliau, kedua jalur itu tetap saja bermasalah.
Jalur Pertama
Salah satu jalur periwayatan haditsi ini versinya demikian:
أول شهر رمضان رحمة وأوسطه مغفرة وآخره عتق من النار
Ertinya : Bulan Ramadhan, awalnya rahmah, tengah-tengahnya maghfirah dan akhirnya adalah pembebasan dari neraka.
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-'Uqaili dalam kitab khusus tentang hadits dha'if yang berjudul Adh-Dhu'afa'. Juga diriwayatkan oleh Al-Khatib Al-Baghdadi dalam kitabnya Tarikhu Baghdad. Serta diriwayatkan juga oleh Ibnu Adiy, Ad-Dailami, dan Ibnu Asakir.
Mereka Yang Mendhaifkan
Adapun para muhaddits yang mempermasalahkan riwayat ini antara lain:
1. Imam As-Suyuthi
Beliau mengatakan bahwa hadits ini dhaif (lemah periwayatannya).
2. Syeikh Al-Albani
Beliau mengatakan bahwa riwayat ini statusnya munkar. Jadi sebenarnya antara keduanya tidak terjadi pertentangan. Hadits munkar sebebarnya termasuk ke dalam jajaran hadits dhaif juga. Sebagai hadits munkar, dia menempati urutan ketiga setelah hadits matruk (semi palsu) dan maudhu' (palsu).
Sementara sanadnya adalah:
1. Sallam bin Sawwar
2. dari Maslamah bin Shalt
3. dari Az-Zuhri
4. dari Abu Salamah
5. dari Abu Hurairah
6. dari nabi SAW
Dari rangkaian para perawi di atas, perawi yang pertama dan kedua bermasalah. Yaitu Sallam bin Sawwar dan Maslamah bin Shalt.
Sallam bin Sawwar disebut oleh Ibnu Ady, seorang kritikus hadits, sebagai munkarul hadits. Sedangkan oleh Imam Ibnu Hibban, dikatakan bahwa haditsnya tidak bisa dijadikan hujjah (pegangan), kecuali bila ada rawi lain yang meriwayatkan haditsnya. Perkataan Ibnu Hibban ini bisa kita periksa dalam kitab Al-Majruhin.
Sedangkan Maslamah bin Shalt adalah seorang yang matruk, sebagaimana komentar Abu Hatim. Secara etimologis, matruk berarti ditinggalkan. Sedangkan menurut terminologi hadits, hadits matruk adalah hadits yang dalam sanadnya ada rawi yang pendusta. Dan hadits matruk adalah 'adik' dari hadits maudhu' (palsu).
Bezanya, kalau hadits maudhu' itu perawinya adalah seorang pendusta, sedangkan hadits matruk itu perawinya sehari-hari sering berdusta. Kira-kira hadits matruk itu boleh dibilang semi maudhu'.
Kesimpulan
Kesimpulannnya, haditsi ini punya dua gelar.
Pertama, gelarnya adalah hadits munkar karena adanya Sallam bin Sawwar.
Gelar kedua adalah hadits matruk karena adanya Maslamah bin Shalt.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc