Showing posts with label makanan haram. Show all posts
Showing posts with label makanan haram. Show all posts

Saturday 17 September 2011

Allah Amat Dekat Dengan Orang Yang Berdoa

 Abdul  Latip Talib dalam novel sejarahnya yang bertajuk Hulagu Khan telah menceritakan bagaimana orang Monggol tidak takut betapa besar sekalipun jumlah tentera Islam Abbasiah, banyaknya pedang tentera Islam bersinar atau banyaknya anak-anak panah berterbangan dari pihak Islam.

Apa yang mereka geruni dari pihak lawan  hanyalah doa orang Islam; kerana doa inilah yang menakutkan Genghis Khan, datuknya, dari menawan kota Baghdad dulu. Kerana doa ini jugalah menakutkan Hulagu Khan dari mara ke Makkah dan Madinah di hujung usianya. Doa dan munajat kepada Tuhan adalah senjata sebenar umat Islam.

Hulagu Khan seorang pemimpin perang yang pintar. Mereka memperdaya dahulu para alim ulama, imam-imam, tokoh-tokoh agama dengan diberi makan daging babi dan anjing. Makanan haram inilah menyebabkan doa-doa para ulama di belakang Khalifah al-Mu’tasim tidak dimakbulkan selama 40 hari 40 malam.

Sesuap saja makanan haram, akan mengakibatkan doa kita selama 40 hari tidak terkabul. Apabila makanan haram yang masuk ke perut kita lebih dari sesuap bahkan berkali-kali sehingga tidak terhitung lagi, sudah tentu sampai matipun kita berdoa, Allah tidak akan mengabulkannya.

Pada suatu hari Saad bin Abi Waqqas bertanya kepada Rasulullah,

"Ya Rasulullah, doakan aku kepada Allah agar aku dijadikan Allah orang yang makbul doanya."

Rasulullah menjawab, "Hai Saad, makanlah yang baik, (halal) tentu engkau menjadi orang yang makbul doanya. Demi Allah yang memegang jiwa Muhammad, sesungguhnya seorang yang pernah melemparkan sesuap makanan haram ke dalam mulutnya (perutnya), maka tidaklah akan dikabulkan doanya selama 40 hari. Siapa saja manusia yang dagingnya tumbuh dari makanan yang haram, maka nerakalah yang berhak untuk orang itu."

(HR. Alhaafidh Abubakar bin Mardawih dikutip oleh Alhaafidh Ibnu Kathir dalam tafsirnya).

Allah amat dekat dengan orang yang berdoa. Firman Allah,

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ


Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahawasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku. Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”

(QS. Al Baqarah: 186)

Sebagian sahabat radhiyallahu ‘anhum berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ رَبُّنَا قَرِيبٌ فَنُنَاجِيهِ ؟ أَوْ بَعِيدٌ فَنُنَادِيهِ ؟ فَأَنْزَلَ اللَّهُ هَذِهِ الْآيَةَ

“Wahai Rasulullah, apakah Rabb kami itu dekat sehingga kami cukup bersuara perlahan ketika berdo’a ataukah Rabb kami itu jauh sehingga kami menyerunya dengan suara kuat?” Lantas Allah Ta’ala menurunkan ayat di atas.

(Majmu’ Al Fatawa, 35/370)

Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Kedekatan yang dimaksud dalam ayat ini adalah kedekatan Allah pada orang yang berdo’a (kedekatan yang sifatnya khusus).”

(Majmu’ Al Fatawa, 5/247)

Perlu diketahui bahwa kedekatan Allah itu ada dua jenis:

  1. Kedekatan Allah yang umum dengan ilmu-Nya, ini berlaku pada setiap makhluk.

  2. Kedekatan Allah yang khusus pada hamba-Nya dan seorang muslim yang berdo’a pada-Nya, yaitu Allah akan mengijabahi (mengabulkan) do’anya, menolongnya dan memberi taufik padanya.                                                  (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 87)
Kedekatan Allah pada orang yang berdo’a adalah kedekatan yang khusus seperti jenis kedua. Allah begitu dekat pada orang yang berdo’a dan yang beribadah pada-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam hadis juga bahawa tempat yang paling dekat antara seorang hamba dengan Allah adalah ketika ia sujud.

(Majmu’ Al Fatawa, 15/17)

Siapa saja yang berdo’a pada Allah dengan menghadirkan hati ketika berdo’a, menggunakan do’a yang ma’tsur (dibimbing), menjauhi hal-hal yang dapat menghalangi terkabulnya do’a (seperti memakan makanan yang haram), maka niscaya Allah akan mengijabahi do’anya. Lebih-lebih lagi jika ia melakukan sebab-sebab terkabulnya do’a iaitu, tunduk pada perintah dan larangan Allah dengan perkataan dan perbuatan, dan disertai dengan mengimaninya.

(Taisir Al Karimir Rahman, hal. 87)

Berdasarkan pengetahuan ini seharusnya seseorang tidak meninggalkan berdo’a pada Rabbnya yang tidak mungkin menyia-nyiakan do’a hamba-Nya. Yakinilah bahawa Allah benar-benar begitu dekat dengan orang yang berdo’a, bererti akan mudah mengabulkan do’a setiap hamba. 

Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda,

ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لاَ يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ

Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan  ketahuilah bahawa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai.


(HR. Tirmidzi no. 3479. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Ingatlah hadis dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda,

لَيْسَ شَيْءٌ أَكْرَمَ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى مِنَ الدُّعَاءِ

Tidak ada sesuatu yang lebih besar pengaruhnya di sisi Allah Ta’ala selain do’a."

 (HR. Tirmidzi no. 3370, Ibnu Majah no. 3829, Ahmad 2/362. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadis ini hasan).

Ada beberapa jalan Allah kabulkan do’a. Dari Abu Sa’id, Nabi SAW bersabda,

« ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ « اللَّهُ أَكْثَرُ »

Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selama tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antara kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: [1] Allah akan segera mengabulkan do’anya, [2] Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan [3] Allah akan menghindarkan darinya keburukan yang seumpama.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi SAW lantas berkata, “Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan do'a-do'a kalian.

(HR. Ahmad 3/18. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanadnya jayyid)

Dalam sesetengah keadaan kemungkinan Allah menunda mengabulkan do’a. Boleh jadi pula Allah mengganti apa yang dihajati kita dalam do’a dengan sesuatu yang Allah anggap lebih baik. Atau boleh jadi pula Allah akan mengganti dengan pahala di akhirat. Jadi do’a tidaklah sia-sia.


Friday 23 May 2008

Halal Dan Haram Dalam Makanan

SEJAK dahulukala umat manusia berbeza-beza dalam menilai masalah makanan dan minuman mereka, ada yang boleh dan ada juga yang tidak boleh. Lebih-lebih dalam masalah makanan yang berupa binatang. Adapun masalah makanan dan minuman yang berupa tumbuh-tumbuhan, tidak banyak diperselisihkan. Dan Islam sendiri tidak mengharamkan hal tersebut, kecuali setelah menjadi arak, baik yang dibuat dari anggur, korma, gandum ataupun bahan-bahan lainnya, selama benda-benda tersebut sudah mencapai kadar memabukkan.

Begitu juga Islam mengharamkan semua benda yang dapat menghilangkan kesedaran dan melemahkan urat serta yang membahayakan tubuh. Adapun soal makanan berupa binatang, inilah yang terus diperselisihkan dengan hebat oleh agama-agama dan golongan yang peka.

Menyembelih dan Makan Binatang Dalam Pandangan Agama Hindu

Ada segolongan, misalnya Golongan Brahmana (Hindu) dan Filsuf yang mengharamkan dirinya menyembelih dan memakan binatang. Mereka cukup hidup dengan memakan makanan dari tumbuh-tumbuhan. Golongan ini berpendapat, bahawa menyembelih binatang termasuk suatu keganasan manusia terhadap binatang hidup. Manusia tidak berhak untuk menghalang binatang daripada hidup.
Namun kita juga tahu dari hasil pengamatan kita terhadap alam ini, bahawa diciptanya binatang-binatang itu tanpa ada suatu tujuan, sebab binatang tidak mempunyai akal dan kehendak. Bahkan secara nalurinya binatang-binatang itu dicipta untuk memenuhi (khidmat) keperluan manusia. Oleh kerana itu bukan sesuatu yang pelik kalau manusia dapat memanfaatkan dagingnya dengan cara menyembelih, sebagaimana halnya dia juga dapat memanfaatkan tenaganya dengan cara yang lazim.

Kita pun mengetahui dari sunnatullah (ketentuan Allah) terhadap makhluknya ini, iaitu: golongan rendah biasa berkorban untuk golongan atas. Misalnya daun-daunan yang masih hijau boleh dipotong/dipetik buat makanan binatang, dan binatang disembelih untuk makanan manusia dan, bahkan, seseorang berperang dan terbunuh untuk kepentingan orang ramai. Begitulah seterusnya.

Haruslah diingat, bahawa dengan melarang manusia dari menyembelih binatang, tidak juga dapat melindungi binatang tersebut dari bahaya maut dan binasa. Kalau tidak bergaduh antara satu sama lain, dia juga akan mati dengan sendirinya; dan kadang-kadang mati dalam keadaan demikian itu lebih sakit daripada ketajaman pisau.

Binatang yang Diharamkan Dalam Pandangan Yahudi dan Nasrani

Dalam pandangan agama Yahudi dan Nasrani (kitab), Allah mengharamkan kepada orang-orang Yahudi beberapa binatang laut dan darat. Penjelasannya dapat dilihat dalam Taurat (Perjanjian Lama) fasal 11 ayat 1 dan seterusnya.

Dan oleh al-Ouran disebutkan sebahagian binatang yang diharamkan buat orang-orang Yahudi itu serta alasan diharamkannya, iaitu seperti yang disebutkan di atas, bahawa diharamkannya binatang tersebut adalah sebagai hukuman berhubung kezaliman dan kesalahan yang mereka lakukan. Firman Allah yang bermaksud,

“Dan kepada orang-orang Yahudi kami haramkan semua binatang yang berkuku, dan dari sapi dan kambing kami haramkan lemak-lemaknya, kecuali (lemak) yang terdapat di punggungnya, atau yang terdapat dalam perut, atau yang tercampur dengan tulang. Yang demikian itu kami (sengaja) hukum mereka. Dan sesungguhnya Kami adalah (di pihak) yang benar.” (al-An'am: 146)

Demikianlah keadaan orang-orang Yahudi. Sedangkan orang-orang Nasrani sesuai dengan ketentuannya harus mengikuti orang-orang Yahudi. Kerana itu Injil menegaskan, bahawa Isa a.s. datang bukan untuk mengubah hukum Taurat (Namus) tetapi untuk menyempurnakannya.

Namun pada kenyataannya, mereka telah mengubah hukum Taurat itu. Apa yang diharamkan dalam Taurat telah dihapus oleh orang-orang Nasrani ,tanpa dihapus oleh Injilnya. Mereka mahu mengikuti Paul yang dipandang suci itu dalam masalah halalnya semua makanan dan minuman, kecuali yang memang disembelih untuk berhala kalau dengan tegas itu dikatakan kepada orang Kristian: "Bahawa binatang tersebut disembelih untuk berhala."
Paul memberikan alasan, bahawa semua yang suci halal untuk orang yang suci, dan semua yang masuk dalam mulut tidak dapat menajiskan mulut, yang dapat menajiskan mulut ialah apa yang keluar dari mulut.
Mereka juga telah menghalalkan babi, sekalipun dengan tegas babi itu diharamkan oleh Taurat sampai hari ini.

Menurut Pandangan Orang Arab Jahiliah

Orang-orang Arab jahiliah mengharamkan sebahagian binatang kerana kotor, dan sebahagiannya diharamkan kerana ada hubungannya dengan masalah peribadatan (ta'abbud), kerana untuk bertaqarrub kepada berhala dan kerana mengikuti anggapan-anggapan yang salah (waham).
Tetapi di sebalik itu, mereka banyak juga menghalalkan beberapa binatang yang kotor (khabaits), seperti bangkai dan darah yang mengalir.
Makanan Yang Haram Dalam Islam

Allah berfirman yang bermaksud,

“Allah hanya mengharamkan kepada kamu bangkai, darah ,daging babi dan binatang yang disembelih bukan kerana Allah….” (al-Baqarah :173)

Jenis-jenis bangkai:

1. Binatang yang mati kerana dicekik

2. Binatang yang mati kerana dipukul

3. Binatang yang jatuh dari tempat yang tinggi, seperti ke dalam perigi, sehingga mati

4. Binatang yang bergaduh antara satu sama lain sehingga mati

5. Binatang yang disergap oleh binatang buas dengan dimakan sebahagian dagingnya

sehingga mati

Namun belalang, ikan dan kehidupan laut yang sepertinya dikecualikan dari kategori bangkai. Sabda Nabi SAW yang bermaksud,

“ Laut itu airnya suci dan bangkainya halal.”
( Riwayat Ahmad dan ahli sunnah)

Darah yang mengalir:

Limpa, walaupun adalah merupakan darah tetapi tidak diharamkan kerana ia bukan darah mengalir yang diharamkan.

Orang-orang jahiliah dahulu kalau lapar, diambilnya sesuatu yang tajam dari tulang ataupun lainya, lantas ditusukkannya kepada unta atau binatang dan darahnya yang mengalir itu dikumpulkan lalu diminum.

Dipetik dari buku Halal Dan Haram Dalam Islam