Showing posts with label Iman dan Amal. Show all posts
Showing posts with label Iman dan Amal. Show all posts

Thursday, 22 June 2023

Kemuliaan dan Keutamaan 10 hari Pertama Bulan Zulhijjah

Hari ini sudah masuk hari ke-4 Zulhijjah 1444 Hijrah. Namun masih belum terlambat untuk kita mengejar ganjaran-ganjaran hebat yang ditawarkan oleh Allah. Marilah kita bersama-sama mengisi baki hari-hari istimewa ini dengan amalan-amalan yang akan kita bawa sebagai bekalan di akhirat nanti.

Pada sepuluh hari pertamanya terdapat banyak kemuliaan dan keutamaan serta dipenuhi barakah. Hari-hari tersebut disediakan oleh Allah sebagai musim ketaatan dan kesempatan beramal soleh yang bersifat tahunan. Maka hendaknya seorang muslim menantikan kehadirannya, memanfaatkannya dengan melaksanakan berbagai ibadah yang disyariatkan, menjaga perkataan dan amal yang soleh agar mendekatkan dirinya kepada Allah Ta’ala dan membantunya dalam menghadapi kehidupan ini dengan jiwa yang tenang dan semangat yang berkobar.

Bukti kemuliaan ini, Allah Ta’ala bersumpah dengannya dalam Al-Qur’an al-Karim.

وَالْفَجْرِ وَلَيَالٍ عَشْرٍ

Demi fajar, dan malam yang sepuluh.” (QS. Al-Fajr: 1-2)

Imam al-Thabari dalam menafsirkan “Wa layaalin ‘asr” (Dan malam yang sepuluh), “Dia adalah malam-malam sepuluh Zulhijjah berdasarkan kesepakatan hujjah dari ahli ta’wil (ahli tafsir).” (Jaami’ al Bayan fi Ta’wil al-Qur’an: 7/514)

Penafsiran ini dikuatkan oleh Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ini, “Dan malam-malam yang sepuluh, maksudnya: Sepuluh Zulhijjah sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Abbas, Ibnu Zubair, Mujahid, dan lebih dari satu ulama salaf dan khalaf.” (Ibnu Katsir: 4/535)

Kemuliaan sepuluh hari ini juga disebutkan dalam Surat Al-Hajj dengan perintah agar memperbanyak menyebut nama Allah pada hari-hari tersebut. Allah Ta’ala berfirman,

وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ

Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak.” (QS. Al-Hajj: 27-28)

Imam Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ini menukil riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhuma, “al-Ayyam al-Ma’lumat (hari-hari yang ditentukan) adalah hari-hari yang sepuluh.” (Tafsir Ibnu Katsir: 3/239)

Maka dapat disimpulkan bahawa keutamaan dan kemuliaan hari-hari yang sepuluh dari Zulhijjah telah datang secara jelas dalam Al-Qur’an al-Karim yang dinamakan dengan Ayyam Ma’lumat karena keutamaannya dan kedudukannya yang mulia.

Dari hadis pula, terdapat keterangan yang menunjukkan keutamaan dan kemuliaan sepuluh hari pertama dari bulan Zulhijjah ini, di antaranya sabda Nabi sallallaahu ‘alaihi wasallam:

مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ

Tidak ada satu amal soleh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal soleh yang dilakukan pada hari-hari ini (iaitu 10 hari pertama bulan Zulhijjah).” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi sallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun.”                (HR. Abu Daud dan  Ibnu Majah).

Oleh kerana itu dianjurkan atas orang Islam pada hari-hari tersebut untuk bersungguh-sungguh dalam ibadahnya, di antaranya solat, membaca Al-Qur’an, zikrullah, memperbanyak doa, membantu orang-orang yang kesusahan, menyantuni orang miskin, memperbaharui janji kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Masih ada satu amalan lagi yang utama pada hari-hari tersebut, yaitu berpuasa sunnah di dalamnya.

Terdapat dalam Sunan Abu dawud dan lainnya, dari salah seorang isteri Nabi sallallaahu ‘alaihi wasallam, dia berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ تِسْعَ ذِي الْحِجَّةِ

“Adalah Rasulullah sallallaahu ‘alaihi wasallam berpuasa pada tanggal 9 Zulhijjah.”

(HR. Abu Dawud no. 2437 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan Abi Dawud no. 2081)

Syaikh Muhammad bin Salih al-Munajjid –Salah seorang ulama besar Saudi Arabia- berkata,

“Di antara musim ketaatan yang agung adalah sepuluh hari pertama dari bulan Zulhijjah, yang telah Allah muliakan atas hari-hari lainnya selama setahun".

Hadis ini dan hadis-hadis lainnya menunjukkan bahawa sepuluh hari ini lebih utama dari seluruh hari dalam setahun kecuali, sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadlan. Syaikh Munajjid menambah, keutamaan sepuluh hari pertama ini diperkuat dengan beberapa bukti di bawah ini:

1. Allah Ta’ala telah bersumpah dengannya. Dan bersumpahnya Allah dengan sesuatu menjadi dalil keutamaannya dan besarnya manfaat. Allah Ta’ala berfirman,

وَالْفَجْرِ وَلَيَالٍ عَشْرٍ

Demi fajar, dan malam yang sepuluh.” (QS. Al-Fajr: 1-2)

Ibnu Abbas, Ibnu al-Zubair, Mujahid, dan beberapa ulama salaf dan khalaf berkata: Bahawasanya dia itu adalah sepuluh hari pertama Zulhijjah.

Ibnu Katsir membenarkan pendapat ini (Tafsir Ibni Katsir: 8/413)

2. Sesungguhnya Nabi sallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersaksi bahawa hari-hari tersebut adalah seutama-utamanya hari-hari dunia sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadis sahih.

3. Rasulullah sallallaahu ‘alaihi wasallam menganjurkan untuk memperbanyak amal salih di dalamnya. Sesungguhnya kemuliaan masa diperoleh oleh setiap penduduk negeri, sementara keutamaan tempat hanya dimiliki oleh jama’ah haji di Baitul Haram.

4. Rasulullah sallallaahu ‘alaihi wasallam juga memerintahkan untuk memperbanyak tasbih, tahmid, dan takbir pada sepuluh hari tersebut. Dari Ibnu Umar radiallahu ‘anhuma, dari Nabi sallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ وَلَا أَحَبُّ إِلَيْهِ الْعَمَلُ فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ مِنْ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ

Tidak ada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan amal soleh di dalamnya lebih dicintai oleh-Nya daripada hari yang sepuluh (sepuluh hari pertama dari Zulhijjah), kerananya perbanyaklah tahlil, takbir, dan tahmid di dalamnya.” (HR. Ahmad 7/224, Syaikh Ahmad Syakir mensahihkan isnadnya).

5. Di dalamnya terdapat hari Arafah. Hari ‘Arafah adalah hari yang disaksikan; yang di dalamnya Allah menyempurnakan ajaran din-Nya sementara puasanya akan menghapuskan dosa-dosa selama dua tahun.

Daripada Abi Qatadah al-Ansari bahawa Rasulullah S.A.W telah ditanya mengenai puasa hari Arafah? maka jawab Rasulullah S.A.W yang bermaksud :

Dikaffarah (ampun dosa) setahun lalu dan setahun akan datang.
(Hadis isnad sahih dari imam Muslim, Tarmizi)
6. Di dalamnya terdapat ibadah udhiyah (berkorban) dan haji.

Dalam sepuluh hari ini juga terdapat yaum nahar (hari penyembelihan) yang secara umum menjadi hari teragung dalam setahun. Hari tersebut adalah haji besar yang berkumpul berbagai ketaatan dan amal ibadah padanya yang tidak terkumpul pada hari-hari selainnya.

Sesungguhnya siapa yang mendapatkan sepuluh hari bulan Zulhijjah merupakan sebahagian dari nikmat Allah yang besar atas hambaNya. Hanya orang-orang soleh yang bersegera kepada kebaikanlah yang mampu menghormatinya dengan selayaknya. Dan kewajipan seorang muslim adalah merasakan nikmat ini, memanfaatkan kesempatan emas ini dengan memberikan perhatian yang lebih, dan menundukkan dirinya untuk menjalankan ketaatan. Sesungguhnya di antara kurnia Allah Ta’ala atas hamba-Nya adalah menyediakan banyak jalan berbuat baik dan meragamkan berbagai bentuk ketaatan agar semangat seorang muslim berterusan dan tetap istiqamah menjalankan ibadah kepada Tuhannya.

Shaikh Munajjid rahimahullaah menjelaskan, ada beberapa amal istimewa yang harus selayaknya dikerjakan oleh seorang muslim pada sepuluh hari pertama bulan Zulhijjah, di antaranya:

1. Berpuasa. Seorang muslim disunnahkan berpuasa pada tanggal 9 Zulhijjah kerana Nabi sallallaahu ‘alaihi wasallam sangat menganjurkan untuk beramal salih pada sepuluh hari ini, dan puasa salah satu dari amal-amal shalih tersebut. Terlebih lagi, Allah Ta’ala telah memilih puasa untuk diri-Nya sebagaimana terdapat dalam hadis Qudsi, Allah Ta’ala berfirman,

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

Semua amal anak Adam untuk dirinya kecuali puasa, sungguh puasa itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya.

(HR. al-Bukhari no. 1805)

Dan sungguh Nabi sallallaahu ‘alaihi wasallam melaksanakan puasa 9 Zulhijjah. Dari Hunaidah bin Khalid, dari isterinya, dari salah seorang isteri Nabi sallallaahu ‘alaihi wasallam berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ تِسْعًا مِنْ ذِي الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنْ الشَّهْرِ وَخَمِيسَيْنِ

Adalah Nabi sallallaahu ‘alaihi wasallam melaksanakan puasa 9 Zulhijjah, hari ‘Asyura, dan tiga hari setiap bulan serta Isnin pertama dari setiap bulan dan dua hari Khamis.

(HR. Al-Nasai dan Abu Dawud. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani Shahih Abi Dawud: 2/462)

2. Bertakbir. Disunnahkan membaca takbir, tahmid, tahlil, dan tasbih selama sepuluh hari tersebut. Dan disunnahkan mengeraskannya di masjid-masjid, rumah-rumah, dan di jalan-jalan. Dan setiap tempat yang dibolehkan untuk zikrullah disunnahkan untuk menampakkan ibadah dan memperlihatkan pengagungan terhadap Allah Ta’ala. Kaum laki-laki mengeraskan  suaranya sementara kaum wanita melembutkannya.

Allah Ta’ala berfirman,

لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَّعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ

“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak.”

(QS. Al-Hajj: 28)

Menurut Juhmur ulama, makna al-ayyam al-ma’lumat adalah sepuluh hari pertama bulan Zulhijjah, sebagaimana yang diriwatkan dari Ibnu Abbas radiallaahu ‘anhuma, “Al-Ayyam al-Ma’lumat: Hari sepuluh.”

Salah satu bentuk kalimat takbirnya adalah:

الله أكبر، الله أكبر، لا إله إلا الله، والله أكبر ولله الحمد

Dan masih ada lagi bentuk takbir yang lain.

3. Melaksanakan haji dan umrah. Sesungguhnya di antara amalan yang paling utama untuk dikerjakan pada sepuluh hari ini adalah berhaji ke Baitullah al-Haram. Maka siapa yang diberi taufik oleh Allah untuk melaksanakan haji ke Baitullah dan melaksanakan manasiknya sesuai dengan ketentuan syariat, maka dia mendapatkan janji –Insya Allah-  dari sabda Nabi sallallaahu ‘alaihi wasallam,

Haji yang mabrur ridak ada balasannya kecuali surga.
(HR. al-Bukhari dan Muslim)

4. Melaksanakan amal-amal soleh secara umum. Sesungguhnya amal soleh dicintai oleh Allah Ta’ala. Dan ini pasti akan memperbesar pahala di sisi Allah Ta’ala. Maka barangsiapa yang tidak memungkinkan melaksanakan haji, maka hendaknya dia menghidupkan waktu-waktu yang mulia ini dengan ketaatan-ketaatan kepada Allah Ta’ala berupa solat, membaca Al-Qur’an, zikir, doa, sedekah, berbakti kepada orang tua, menyambung tali persaudaraan, memerintahkan yang baik dan melarang yang munkar, dan berbagai amalan kebaikan lain.

5. Berkorban. Di antara amal soleh pada hari yang kesepuluhnya adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan menyembelih haiwan korban yang gemuk dan baik, dan berinfaq di jalan Allah Ta’ala.

Ibadah Korban
6. Taubat Nasuha. Di antara yang sangat ditekankan juga pada sepuluh hari ini adalah bertaubat dengan benar-benar (taubatan nasuha), meninggalkan perbuatan maksiat dan melepaskan diri dari seluruh dosa.
Taubat adalah kembali kepada Allah Ta’ala dan meninggalkan apa saja yang dibenci-Nya yang nampak maupun yang tersembunyi sebagai bentuk penyesalan atas perbuatan buruk yang telah lalu, meninggalkan seketika itu juga, bertekad untuk tidak mengulanginya, dan beristiqamah di atas kebenaran dengan melaksanakan apa-apa yang dicintai oleh Allah Ta’ala.

Semoga kita tergolong sebagai hamba-hamba Allah yang mampu berterusan dan istiqamah dalam beribadah kepadaNya. Memanfaatkan setiap kesempatan yang telah disediakan untuk menuai pahala. Sehingga kita datang kepada Allah dengan membawa bekal yang cukup dan memiliki modal yang memadai untuk memasuki surga-Nya yang Maha indah dan menyenangkan.

Coretan:

Dari koleksi emel Masjid Annahl Group

Sunday, 24 October 2021

MAULIDUR RASUL, LONJAK PERJUANGAN ISLAM

Alhamdulillah sekali lagi kita diberi kesempatan untuk menyambut Maulidur Rasul. Tahun 1443H disambut pada 19 Oktober 2021 dan bertemakan "Manhaj Rabbani, Umah Berkualiti".

Cinta baginda telah pun mengalir dalam diri setiap umatnya sejak 1443 tahun dahulu sehingga membuatkan kekasih Allah ini terlalu istimewa untuk umatnya. Saban tahun kita meraikan sambutan Maulidur Rasul pada 12 Rabiul Awal bertujuan untuk memperingati kekasih ummah ini yang berjuang menyebarkan dakwah dan risalah kenabian sehingga hari ini..

Haruslah diketahui bahawa cinta kepada Rasulullah adalah salah satu dasar dan rukun keimanan. Sebagaimana sabda Rasulullah :

Daripada Anas Radiallahuanhu, berkata, Rasulullah Sallallahu‘alaihiwasallam bersabda:
Tidak sempurna iman seseorang dari kamu sehingga dia lebih mencintai aku daripada kedua orang tuanya, anaknya, dan manusia seluruhnya (Riwayat al-Bukhari)

Bulan ini adalah bulan Maulidurasul, maka sewajarnyalah kita menyambut kelahiran Ar-Rasul SAW dengan suatu penghasilan yang membawa kita kepada realiti kehidupan masyarakat Islam kini. Realiti masyarakat Islam kita hari ini berada dalam suatu keadaan seolah-olah kita berada dalam satu lembah yang dikelilingi oleh banjaran gunung yang membuat pelakuan, pemikiran dan nilai afektif, tertahan oleh banjaran gunung ini.

Masyarakat Islam sejak beberapa dekad lalu telah mula merasai keperluan terhadap konsep perjuangan memakmurkan Islam dan penganutnya. Namun ia terbantut oleh banjaran gunung pemisah ini. Bersempena dengan bulan kelahiran Ar-Rasul marilah kita menyemak semula komitmen dan iltizam kita untuk merelisasikan sebuah masyarakat yang benar-benar dalam penghayatan Islam.

Marilah kita beriltizam dengan melaksanakan persediaan terhadap kefahaman tentang tasawur perjuangan Ar-Rasul. Tasawwur amal Ar-Rasul SAW, hendaklah diasaskan kepada dasar dakwah sebagaimana diperjuangkan oleh Ar-Rasul SAW. Dakwah Ar-Rasul SAW adalah berdasarkan kepada kefahaman terhadap ayat Quran Surah An-Nahl, 36 yang bermaksud:

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutuskan rasul pada setiap umat ( untuk menyerukan): ‘Sembahlah Allah (sahaja) dan jauhilah taghut."

 Ar-Rasul diutuskan bagi menyeru supaya manusia kembali berubudiyah kepada Allah SWT. Seteruskan Allah SWT memberikan jalan dan peluang kepada kita , melalui ayat Quran Surah Al-Ahzab, 45-46, yang bermaksud:

”Hai Nabi!, sesungguhnya  Kami mengutuskan kamu untuk menjadi saksi, dan pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan untuk menjadi penyeru kepada deen Allah dengan izinnya dan menjadi cahaya yang menerangi.” 

Ayat-ayat tersebut menjelaskan matlamat pengutusan Ar-Rasul untuk memanggil manusia kepada penyembahan kepada Allah SWT dan juga menerangkan beberapa ciri usaha dakwah. Antaranya:

1) Syahid atau saksi. 

Ar-Rasul SAW adalah saksi kepada keesaan Allah, bahawa tidak ada Ilah yang disembah kecuali Allah. Baginda adalah saksi yang adil dan diterima terhadap umat manusia dan amal perbuatan mereka yang baik atau buruk kelak di hari kiamat.

2) Mubasysyir atau pembawa berita gembira.

Mubasysyir adalah penyampai khabar gembira kepada kaum mukmin yang bertakwa, beriman, beramal soleh dan meninggalkan maksiat. Di dunia mereka akan diberikan balasan kebaikan, sedangkan di akhirat mereka diberi kenikmatan yang kekal. Amal yang mendatangkan khabar gembira itu adalah amal soleh, iaitu amal yang diperintahkan Allah dan Rasul SAW.

3) Nazir atau pemberi peringatan.

Nazir adalah pemberi peringatan kepada orang-orang kafir, yang mendustakan dan pelaku maksiat. Di dunia mereka akan mendapat hukuman akibat kebodohan dan kezalimannya, sedangkan di akhirat mereka akan mendapat azab yang mengerikan, menyakitkan dan berpanjangan. Amal yang mendatangkan peringatan itu adalah amal maksiat, terutama sekali yang paling besarnya iaitu syirik dan kekufuran serta dosa-dosa besar lainnya.

4) Da’i iallah atau penyeru kepada Allah.

Da’i adalah penyeru kepada Allah. Allah SWT mengutus Ar-Rasul SAW untuk menyeru dan mengajak manusia kepada maaruf dan melarang kepada kemungkaran, serta memerintahkan mereka untuk beribadah hanya kepada Allah SWT. Itulah tujuan penciptaan manusia. Mukmin harus tetap istiqamah dalam berdakwah, mengenalkan manusia kepada Allah SWT dan syariatNya.

5) Sirajan Munir atau Sebagai cahaya yang terang

Sirajan munir adalah pelita yang menerangi. Allah SWT mengutus Ar-Rasul SAW, menyinari kegelapan, sehingga manusia mengetahui kebenaran.

Bagaimanapun, melahirkan rasa cinta kepada Baginda SAW bukan hanya sekadar berarak dengan membawa sepanduk dan berselawat semata-mata. Ia sepatutnya lebih daripada itu. Kita hendaklah menghayati semangat dan roh di sebalik sambutannya. Kita tidak melupakan perjuangan baginda menyebarkan Islam di seluruh pelusok dunia. Maka, kita yang mengaku umat Nabi Muhammad SAW hendaklah menunjukkan rasa cinta kita kepada kekasih Allah ini bukan sahaja di bulan kelahiran baginda bahkan setiap saat dan detik.

Tidak kurang juga kita mengikuti setiap sunnah baginda dalam segenap aspek kehidupan agar kehidupan kita akan diberkati dunia dan akhirat.

IKRAM Batu Pahat, [20.10.21 10:18]

Monday, 6 September 2021

Sifat-sifat Pendidik yang Berjaya

Memang tidak ada manusia yang sempurna melainkan Rasulullah SAW. Namun sebagai orang tua kita harus berusaha memiliki sifat-sifat terpuji agar boleh  dijadikan tauladan bagi anak-anaknya. Semakin elok  sifat-sifat orang yang bergelar sebagai pendidik, semakin hampir tahap keberhasilannya dalam mendidik anak-anak. Berikut ini adalah sifat-sifat yang perlu ada pada seorang pendidik.
1. Penyabar dan tidak pemarah

Dua sifat ini, yakni penyabar dan tidak pemarah, menurut Rasulullah SAW adalah yang dicintai oleh Allah swt.  (HR Muslim dari Ibnu Abbas ). Berkenaan dengan sifat ini ada sebuah kejadian menarik yang diceritakan oleh Abdullah ibnu Thahir.

“ Pada suatu hari,"  kata Abdullah bercerita, "Saya bersama Al-Makmun (seorang khalifah Bani Abbasiyah), lalu memanggil pelayannya, “Ghulam”! tidak dijawab, “Ghulam”! kedua kalinya pun tidak dijawab, lalu dipanggil yang ketiga kalinya barulah seorang pelayan lelaki muda keluar sambil berkata, "Apakah seorang pelayan tidak berhak makan dan minum? Bukankah saya baru saja melayani anda, kenapa dipanggil-panggil lagi?" Mendengar bicara pelayannya itu Al-Makmun lama tertunduk. Saya curiga jangan-jangan Al-Makmun akan menyuruh saya untuk memenggal leher pelayannya itu. Kemudian ia mengangkat kepalanya dan memandang saya, “ Wahai Abdullah", ujarnya, “Jika ada majikan yang baik, justeru pelayannya yang buruk, tetapi saya tidak mau berperilaku buruk untuk memperbaiki perilaku pembantu saya.”

2. Lemah-lembut dan menghindari kekerasan

Rasulullah bersabda yang bermaksud:

“ Allah itu Maha Lemah-lembut, cinta kelemah-lembutan. Diberikan kepada kelembutan apa yang tidak diberikan kepada kekerasan dan kepada selainnya “ (HR Muslim dari Aisyah)

Sabda yang lain yang bermaksud:
” Tidaklah kelemah-lembutan itu terdapat pada sesuatu melainkan akan membuatnya indah, dan ketiadaannya dari sesuatu akan menyebabkannya menjadi buruk” (HR
. Muslim)

Sifat demikian juga ditunjukkan oleh para salafus soleh dalam bermuamalah. Di antaranya adalah kejadian yang pernah dialami oleh budak lelaki (pelayan) Imam Zainal ‘Abidin (cicit Sayidina Ali).   Pada suatu hari budak itu menuangkan air minum ke gelas minumnya Imam Zainal Abidin dari teko yang terbuat dari porselin. Tiba-tiba teko itu jatuh dan mengenai kaki sang Imam hingga berdarah. Cepat-cepat pelayan itu berkata,

“ Wahai Tuan, Allah telah berfirman, “ Dan mereka itu adalah orang-orang yang mampu menahan kemarahan “

Mendengar itu beliau berkata, “Ya, saya tahan kemarahan saya.”

“ Dan ( juga ) pemaaf kepada manusia.” Kata budak itu membaca sambungan firman Allah tadi.

” Ya, saya pun telah memaafkan kamu.” Kata Imam Zainal ‘Abidin.

Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan.”  Sambung budak itu menyempurnakan bunyi firman Allah tersebut.

”Sudah, kamu saya merdekakan kerana Allah.” Kata Imam Zainal ‘Abidin.

3. Hatinya penuh Rasa kasih Sayang

Sulaiman Malik Ibnu Al Huwairits pernah tinggal ( untuk berguru ) bersama Rasulullah SAW, bersama teman-teman sebayanya selama dua puluh malam. "Kami dapati beliau sebagai seorang yang sangat penyayang dan pengasih,” cerita Al Huwairits. “ Setelah beliau melihat bahawa kami sudah rindu kepada keluarga, beliau bertanya tentang siapa saja orang-orang yang kami tinggalkan di rumah. Kami pun memberitahukannya. Lalu, kami diperintahkan agar pulang."  Beliau menasihati,

“Pulanglah kepada keluarga kamu, tinggallah bersama mereka, ajari mereka, berbuat baiklah kepada mereka, dan solatlah kamu seperti ini di waktu demikian, solatlah begini di saat demikian! Jika tiba waktu solat, salah seorang harus azan dan yang paling tua menjadi imam.” (Muttafaq’alaih)

Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud:

“ Sesungguhnya setiap pohon itu berbuah. Buah hati adalah anak. Allah tidak akan menyayangi orang yang tidak sayang kepada anaknya. Demi Dzat yang jiwaku ada ditangan-Nya, tidak akan masuk syurga kecuali orang yang bersifat penyayang.”

Seorang sahabat berkata, “wahai Rasulullah, setiap kita mampu menyayangi.”
Rasulullah saw. Menjawab ;

“ Kasih sayang itu bukan ( terbatas ) seorang menyayangi kawannya, namun kasih sayang untuk semua manusia “ (HR Ath Thabrani)


4. Memilih yang termudah di antara dua perkara selagi tidak berdosa

‘Aisyah berkata,

Tidaklah dihadapkan kepada Rasulullah antara dua pilihan melainkan akan dipilihnya perkara yang paling mudah selama hal itu tidak berdosa. Jika itu dosa maka beliaulah orang yang paling jauh meninggalkannya. Dan, beliau tidak mendendam sama sekali terhadap dirinya kecuali jika dirinya melanggar larangan Allah. Maka beliau akan menghukum dirinya sendiri kerana Allah
 (Muttafaq’alaih)

5. Fleksibel

Bukan fleksibiliti yang bererti lemah dan kendor sama sekali, melainkan sikap fleksibel dan mudah yang tetap berada dalam batas  syariah. Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud:

Mahukah kuberitahukan terhadap siapakah api neraka itu diharamkan atau siapakah yang diharamkan dari neraka?”

Beliau bersabda:

حُرِّمَ عَلَى النَّارِ كُلُّ هَيِّنٍ لَيِّنٍ سَهْلٍ قَرِيبٍ مِنَ النَّاسِ

“Diharamkan atas api neraka, setiap orang yang rendah hati, lemah lembut (fleksibel), mudah, serta dekat dengan manusia” (HR Ahmad).

6. Tidak Emosional ( Suka Marah )

Dalam pendidikan, sifat pemarah dan emosional harus dijauhi. Sifat demikian bahkan menjadi faktor kegagalan dalam pendidikan anak, maka ketika ada orang yang meminta Nabi agar diberi pesan secara khusus, tiga kali beliau memintanya agar tidak suka marah.

Rasulullah saw bersabda yang bermaksud:

“ Orang kuat itu bukan kerana kekuatannya dalam berkelahi, tetapi kerana kemampuannya mengendalikan diri ketika sedang marah “ ( Muttafaq’alaih)

7. Tidak ekstrim dan berlebih-lebihan

Ekstrim dan berlebih-lebihan adalah sikap tercela. Jika harus marahpun ada tempatnya dan tidak sampai menyebabkan tindakan keluar dari kebenaran. Rasullullah saw, sebagaimana layaknya manusia lain, juga pernah marah. Namun, jika marah pun kerana kebenaran. Kalimat yang terucap pun tidak pernah keluar dari kebenaran.

Ada seorang laki-laki mengadu kepada Nabi bahawa dirinya akan datang terlambat ketika solat subuh lantaran si fulan jadi imam itu suka memanjangkan salatnya. Ketika berpidato, semasa menyentuh masalah itu, beliau marah sekali hingga tidak seperti biasanya.

Kemudian Rasulullah SAW  bersabda yang bermaksud:

Wahai sekalian manusia! Ada di antara kamu yang menyebabkan orang lari ( dari Islam ) maka siapa saja yang menjadi imam, hendaklah mempersingkatkan solatnya. Kerana di belakang kamu ada orang tua, anak kecil dan orang yang ada keperluan [Muttafaq’alaihi ]

8. Ada ketidakseimbangan waktu dalam memberi nasihat

Sering kali banyak bercakap itu tidak membuahkan hasil. Sebab itulah Imam Ibnu Hanifah berpesan kepada muridnya,

Janganlah kamu mengajarkan fiqh kamu kepada orang yang sudah tidak berminat!”

Ibnu Mas’ud ra. hanya memberi nasihat kepada para sahabat setiap hari khamis.

Maka ada seorang yang berkata kepada beliau,” Wahai Abu Abdur Rahman, alangkah baiknya jika anda memberi nasihat kepada kami setiap hari.”

Beliau menjawab,

Saya enggan begitu kerana saya tidak ingin membuat kamu merasa bosan dan saya memberi ketidakseimbangan (imbalance) waktu dalam memberi nasihat sebagaimana Rasulullah lakukan terhadap kami dahulu kerana kuatir kami bosan.”(Muttafa’alaih)

Sumber :  Kitab Manhaj Tarbiyah Nabawiyah Lith Thifli

Coretan:

Dari koleksi emel Masjid Annahl Group


Monday, 2 January 2017

Bekalan di Jalan Dakwah - Ringkasan




Buku “Bekalan Di Jalan Da’wah” membolehkan kita mendapatkan bekal apa yang diperlukan untuk mengharungi jalan yang menyampaikan kepada matlamat yang dicita-citakan - Allah adalah matlamat kita. Tiada sesuatu yang lain selain daripada Allah. Buku ini mengajak kita berberpuasa, bersembahyang, menunaikan haji dan berzakat, bukanlah untuk mencari hikmah di sebalik perintah menunaikan rukun-rukun Islam, tetapi tunduk dan patuh kepada arahan dari langit dan mentaati perintah Allah. Kita menunaikan rukun-rukun itu sepertimana yang diperintahkan sehingga kita merasai lazat dengan ketaatan dan perlaksanaan perintah Allah, dengan harapan Allah membuka kepada kita pintu-pintu hikmah yang dapat menambah ketenangan kepada kita.

Bekalan utama yang diperlukan oleh setiap pendakwah ialah keimanan dan ketaqwaan. Iman dan taqwa akan bertambah dengan suntikan iman dari wasilah-wasilah yang disebut di dalam buku ini.

Bekalan dan Wasilah

1. Perkara pertama yang kita perlukan di jalan da’wah ialah perasaan ma’iyatullah (merasakan diri sentiasa bersama Allah) dalam setiap langkah, gerak-geri dan diam bahkan pada setiap detik. Sesiapa yang Allah bersama dengannya, ia tidak akan kehilangan sesuatu pun. Sesiapa yang Allah tidak bersama dengannya, maka ia tidak mendapati melainkan kehilangan dan kesesatan. Allah Subhanahu wa Ta’ala menganugerahkan ma’iyatullah ini kepada mu’min yang bertaqwa dan ihsan. (Surah Al-Nahl: Ayat 127-128)

2. Di jalan dakwah ini kita sangatlah memerlukan nur Ilahi untuk menerangi jalan agar dapat direntasi dengan cara yang bijaksana tanpa ada kegelinciran di selekoh-selekoh yang menjauhkan atau halangan-halangan yang membantutkan perjalanan. Ini dapat dilaksanakan dengan bekalan taqwa dan iman. (Surah Al-Hadid: Ayat 28)

3, Di atas jalan dakwah ini juga amat perlu sekali kita merelakan diri untuk berjihad dan berkorban dengan seluruh apa yang dimiliki dari jiwa, harta, tenaga, fikiran dan waktu tanpa teragak-agak. Ianya tidak dapat dilakukan melainkan dengan bekalan iman yang menyebabkan diri seseorang itu lebih mengutamakan apa yang di sisi Allah dan menganggap segala yang mahal sebagai suatu yang murah di jalan Allah. (Surah At-Taubah: Ayat 111)

4. Di atas jalan dakwah, kita amat memerlukan kepada keteguhan dan ketetapan daripada Allah. Tetap dan teguh pendirian, agar tiada lagi rasa teragak-agak dan syak. Amalan dan kewajipan tidak lagi dijauhkan diabaikan sekalipun berat atau banyak. Allah SAW menganugerahkannya kepada orang yang beriman dan bertaqwa. (Surah Ibrahim: Ayat 27)

5. Di jalan dakwah kita amat memerlukan kepada sokongan ikatan ukhuwwah dan jalinan kasih-sayang kerana Allah, agar kerjasama dan kesefahaman untuk kepentingan dakwah terbentuk dengan mudah. Pertemuan yang dekat dan erat adalah dengan sebab kasih-sayang dan ukhuwah ini. Ketulusannya yang berterusan tidak dapat direalisasikan melainkan di antara mu’minin. (Surah At-Taubah: Ayat 71)

6. Di jalan da’wah setiap individu mestilah mengutamakan syari’at Allah pada perkataan dan amalan. Janganlah menyanggahi perintah Allah dan Rasulullah pada setiap keadaan. Dia mestilah berusaha bersunguh-sungguh untuk menyatukan saf dan tidak memecah-belahkannya. Tiada apa yang dapat membantunya untuk melakukan perkara ini melainkan iman yang benar, yang memelihara diri dari sebarang kecuaian dan kurang iltizam. (Surah Al-Ahzab: Ayat 36)

7. Di jalan da’wah kita memerlukan ilmu yang bermanfa’at yang semestinya dimiliki oleh penda’wah yang bijaksana. Tidak memadai dengan membanyakkan pembacaan sahaja, tetapi mestilah juga meningkatkan ketaqwaan dan keikhlasan kepada Allah, agar Allah Subhanahu wa Ta’ala melimpahkan ‘ilmu, hidayah dan taufiq daripadaNya. (Surah Al-Baqarah: Ayat 282).

8. Di jalan da’wah kita merasakan amat perlu kepada sokongan dan pertolongan daripada Allah, khususnya apabila kita menghadapi pelbagai jenis tipu daya dan serangan musuh-musuh Allah. (Surah Taha: Ayat 114)

9. Akhir sekali, kita mestilah sentiasa setia dengan janji. Tidak memungkirinya, tidak mengubahnya dan tidak menukar-gantinya, sehinggalah kita bertemu Allah dan kita masih berpegang-teguh dengannya. Keimanan dan ketaqwaan adalah bekalan terbaik yang menolong kita.
 (Surah Ali-’Imran: Ayat 76)

Allah telah menunjukkan kepada kita pelbagai wasilah dan sebab-musabab, agar kita menggunakannya untuk mendapatkan bekalan daripadaNya. Oleh kerana bekalan ini seperti bekalan-bekalan lain, boleh bertambah dan berkurangan bahkan kehabisan, kita mestilah bersungguh-sungguh memperbaharuinya, menambahnya dan menjaganya agar tidak berkurangan atau kehabisan.

Antara wasilah-wasilah yang dianjurkan dalam buku ini:

Bekalan dari Al – Quran

➧ Antara wasilah yang terpenting, termudah, terkuat dan terbanyak

➧ Merupakan bekal yang sentiasa menolong dan tidak akan kehabisan.

➧ Di dalamnya terdapat beberapa jenis wasilah yang lain iaitu keilmuan, nur, hidayat, rahmat dan zikir.

➧ Wasilah yang paling afdal untuk mendapatkan bekalan iman dan taqwa kepada Allah

➧ Mentadabbur Al-Qur’an ketika membacanya

➧ Meletakkan keinginan yang utama dalam pembacaan Al-Qur’an iaitu untuk mengikut dan mengamalkan.

➧ Pembacaannya menambah iman dan tawakkal orang mukmin terhadap Allah -

(Surah Al-Anfal: Ayat 2)

➧ Al-Qur’an membimbing kita mentauhidkan Allah - kerana ia mendamaikan dan mententeramkan jiwa

➧ Al-Qur’an menyeru kita bertafakkur terhadap ciptaan Allah

– agar dapat mengenali sifat-sifat Allah yang melahirkan keinginan untuk mengagungkan, membesarkan dan menyucikan Allah Subhanahu wa Ta’ala

– agar dianugerahkan perasaan ma’iyatullah (merasakan diri sentiasa bersama Allah)

➧ Dalam Al-Qur’an terdapat arahan dan gesaan melakukan kebaikan dan berwaspada dari melakukan kejahatan dan menegahnya

➧ Di dalamnya terdapat peringatan terhadap hari akhirat dan kebangkitan, hisab dan pembalasan - galakan dan khabar gembira tentang syurga dan juga ancaman neraka


Kesimpulan

Secara keseluruhannya kita mendapati di dalam Al-Qur’an:

➧ segala kebaikan yang diperlukan insan untuk kebahagian dunia dan akhirat

➧ memeliharanya dan menyelamatkannya dari kesusahan, kecelakaan di dunia dan azab di akhirat

➧ terdapat di dalamnya unsur-unsur penting tarbiyyah yang membina keutuhan ‘aqidah dan menjana tenaga ke arah kebaikan




Bekalan dari bertafakkur

Kita sangat memerlukan kepada ma’rifatullah yang hakiki untuk membaiki hati dan mengubah keadaan agar keadaan uinat seluruhnya juga berubah. Di antara apa yang membekalkan kita dengan ma’rifat ini ialah bertafakkur terhadap ciptaan Allah dan tanda-tanda kekuasaanNya di alam semesta ini, serta mentadabbur nama-nama dan sifat-sifatNya. Kebanyakan ayat Al-Qur’an Al-Karim menggesa kita agar bertafakkur. (Surah Al-’Imran: Ayat 190-191)

1. Bertafakkur Terhadap Makhluk dan Tanda-tanda Kekuasaan Allah

Pada segala-galanya terdapat petanda yang menunjukkan kepada kekuasaanNya yang Maha Kuasa. Pada penciptaan alam semesta serta isinya ( bulan, bumi, matahari, langit, bintang, planet ,sungai, lautan dan lain-lain) tertera tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah.

Antara kebesaran Allah yang boleh menambahkan keimanan kita apabila kita bertafakkur mengenai tanda kekuasaan Allah ialah:.

➧ Pada sunnatullah (aturan Allah pada alam semesta)

➧ Pada kejadian manusia – aqal dan perkembangan janin

➧ Pada lapisan udara

➧ Alam zarah yang merupakan satu bahagian yang teramat kecil dari segala jenis ciptaan Allah.

➧ Alam lautan

➧ Alam tumbuhan dan serangga

➧ Alam haiwan, burung dan seumpamanya


2. Bertafakkur Terhadap Nikmat Allah

Al-Qur’an Al-Karim menyeru kita agar bertafakkur dan mengenali nikmat Allah yang tidak terhingga banyaknya. Amat penting sekali kita merenung, bertadabbur dan menghargai terhadap segala tanda-tanda kekuasaan Allah. Perlu juga disedari betapa cuainya kita dalam menunaikan kewajipan syukur dan kemestian menggunakan nikmat-nikmat ini untuk ketaatan dan menjauhi kemaksiatan.

Antara nikmat-nikmat Allah yang patut kita syukuri ialah:

1. Nikmat Islam - nikmat yang terbesar dan teragung - (Surah Al-Ma’idah: Ayat 3) Agama inilah yang membekalkan kebahagiaan, keharmonian dan ketenangan di dunia, dan kejayaan, keni’matan dan keselamatan di akhirat.

2. Nikmat ukhuwah dan kasih-sayang yang terjalin kerana Allah adalah ikatan yang kuat dan tulus – termasuk nikmat besar yang dianugerahkan kepada mereka yang beriman

3. Nikmat-nikmat yang lebih kecil - kita juga perlu mensyukuri nikmat Allah yang lebih kecil yang dianugerahkan kepada kita.

➧ pendengaran dan penglihatan

➧ keupayaan bertutur

➧ nikmat aqal

➧ jasad manusia seperi tangan, jari, kaki dan Iain-lain anggota serta organ-organ di dalam jasad

➧ nikmat yang diperlukan oleh jasad seperti makanan, air, udara dan kepanasan, haiwan, tumbuhan, burung dan lain-lain

➧ nikmat isteri dan zuriat yang salih.


3. Bertafakkur Terhadap Perkara Ghaib Yang Dinantikan

Kita perlu memikirkan perkara ghaib yang akan datang kepada kita dan kesudahan jalan yang akan kita lalui. Ianya adalah suatu kemestian kerana ia merupakan masa hadapan dan kehidupan hakiki lagi abadi. Tafakkur ini akan memberikan pertimbangan yang hakiki terhadap perkara ghaib, lalu menggesa kita untuk beramal dan bersedia untuk menghadapi perkara ghaib. la adalah kesudahan kebahagiaan kita.

Kita bertafakkur pada beberapa peringkat alam ghaib yang menanti kita:

➧ Tempoh sebelum ajal - Kita tidak mengetahui jangka masa yang masih ada sebelum ajal. Setiap kali berpeluang melakukan kebaikan, janganlah menangguhkannya dan rebutlah peluang itu. Bersegeralah untuk bertaubat dan beristighfar sebelum ajal tiba.

➧.Peringkat kematian - Ia merupakan sempadan pemisah yang utama antara dua peringkat menuju alam ghaib yang dinantikan. Wajiblah kita sentiasa mengingati mati, dan bersiap-sedia untuk bertemu Allah. Jadikanlah mati ini di jalan Allah, bahkan jadikan ia impian engkau yang tertinggi. Bersungguh-sungguhlah untuk mengubah mati kita kepada kehidupan di alam lain.. yang menanti kita.

➧ Kubur dan kehidupan alam barzakh - Kita hendaklah senantiasa mengingati kehidupan di alam kubur Kita perlu menziarahi kubur ketika kita masih hidup sebelum kita menziarahinya sesudah mati. Tujuannya ialah untuk mengambil iktibar yang mendorong kita melakukan amal salih. Amalan salihlah yang menemani kita di dalam kubur. Ia juga menjadikan kubur sama ada satu daripada laman syurga atau lubang neraka..


4. Bertafakkur Terhadap Hari Akhirat

Kita mentadabbur apa yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan Sunnah berkenaan sifat dan perkara, peristiwa dan kejadian yang akan berlaku pada hari akhirat Kita boleh mengambil iktibar dari beberapa cirinya sebagai manhaj untuk tafakkur dan tadabbur yang menambahkan iman dan keperihatinan terhadap hari akhirat

Di antara ciri-ciri hari akhirat ialah:

➧Tiupan sangkakala - bermula dengan tiupan sangkakala yang pertama. Semua yang berada di langit dan bumi akan mati melainkan mereka yang dikehendaki Allah. Ditiup sang­kakala untuk kali ke dua - ketika itulah terjadinya kebangkitan semula.

➧ Pembentangan suratan amal, hisab dan mizan - dipersoalkan tentang perbuatan dan perkataan yang datang dari kamu sama ada besar atau kecil. Semua yang teraniaya dikembalikan haknya.

➧ Titian (sirat) - masa melintasi titian (sirat) yang diletakkan di atas neraka Jahannam

➧ Syafa’at - Allah SWT memuliakan mereka dengan menerima syafa’at yang la redai daripada para anbiya’, syuhada’ atau salihin

➧ Kolam Syurga - dikhususkan untuk Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam dan ummatnya.

➧ Neraka Jahannam

➧ Syurga dan nikmatnya

➧ Bekalan Ilmu yang mendorong keimanan.

➧ Bertafakkur mengenai tanda kekuasaan Allah dan ciptaan Allah menghasilkan ma’rifah kepada Allah - penambahan iman serta membesarkan dan menyucikanNya.

➧ Tanpa kelebihan dan rahmat daripada Allah Subhanahu wa Ta’ala, kita tidak berupaya melakukan sesuatupun.

➧ Mengingati kekuasaan Allah berulang-ulang - membantu kita sentiasa beringat-ingat - mengambil bekalan yang memelihara dan menolong kita di jalan dakwah.

➧ Sentiasa berusaha dapatkan keredaan Allah agar mendapat nikmat syurga dengan:

➧ Membanting tenaga di jalan Allah dan membela agamaNya

➧ Tabah menanggung segala apa yang merintang di jalan dakwah

➧ Mengingati kita agar membuat persediaan untuk menghadapi kepanasan neraka.

➧ Sentiasa bersyukur dengan nikmat yang diberi


Bekalan dari beribadah

Ibadat sembahyang, puasa, zakat dan haji dianggap sebagai sumber yang penting dan dinamik untuk menjadi bekalan di jalan da’wah. Ibadat adalah sumber bekalan utama yang berterusan dan sentiasa mengalami pembaharuan. lanya menyucikan jiwa, meninggikannya dari tarikan keduniaan, membantu mencmpuhi rintangan dan menjauhi segala pernyelewengan. Di sana juga terdapat ibadat yang sunat, yang jika ditunaikan, dapat menambah bekalan taqwa dan mendekatkan diri kepada Allah. Setiap ibadat mengandungi bekalan dan kesan yang berbeza dengan ibadat yang lain terhadap tarikan keduniaan.

Beberapa jenis bekalan di dalam ibadat serta faedahnya

1. Puasa - dianggap sebagai sumber yang penting dan dinamik untuk menjadi bekalan di jalan dakwah

➧ Orang yang berpuasa mendapat pakaian taqwa - perisai yang mempertahankan diri daripada kejahatan dan fitnah.

➧ la melapangkan diri dari bebanan kehidupan - menambah dan memperbaharui kecergasannya untuk menyambung semula perjalanan di jalan.

➧ Menjalinkan hubungan yang berterusanm - mendekatkan diri, khusyuk dan tunduk kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

➧ Menumpukan ketaatan dan taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan zikir, sembahyang, doa, munajat, membaca Al-Qur’an, istighfar, taubat, dan menangis kerana takutkan Allah – bagi mereka yang beriktiqaf.

➧ Menghasilkan sifat ikhlas dan mengelokkan ingatan hati terhadap Allah Subhanahu wa Taala.

➧ Menghasilkan mujahadah terhadap keinginan nafsu dan jasad.

➧ Menghasilkan kesabaran

➧ Membentuk budi-pekerti yang lemah-lembut terhadap orang jahil.

➧ Mendidik hati mengasihani golongan miskin dan mereka yang memerlukan bantuan.

➧ Mengajar bagaimana seharusnya seorang mu’min bergembira dengan taufiq dan pertolongan daripada Allah - mengikhlaskan diri kepada Allah Subhanahu wa Taala.

➧ Mengukuhkan pengertian jama’ah di dalam diri - kaum Muslimin di seluruh dunia berpuasa pada bulan yang sama - perasaan kesatuan di antara kaum Muslimin

➧ Menghubungkan Muslim dengan alam semesta yang mengandungi bulan dan bintang – melihat anak bulan Ramadan dan anak bulan Syawal.

➧ Membiasakan Muslim mementingkan dan menepati masa - meneliti waktu imsak dan waktu berbuka.

➧ Memberikan kesan kesihatan yang baik kepada jasad.


2. Zakat - pengabdian dan pendekatan diri kepada Allah, ia juga menjadi bekalan ruh dan unsur tarbiyyah yang penting.

➧ Membiasakan dan melatih jiwa untuk mengalahkan rasa cinta dan bergantung dengan harta.

➧ Mengajar Muslim bahawa kadar rezeki seseorang yang tidak sama adalah ketentuan taqdir Allah.

➧ Mendidik jiwa agar mempercayai Allah secara mutlaq

➧ Mendorong manusia melabur harta pada apa yang bermanfaat terhadap kaum Muslimin

➧ Merasai apa yang ia berikan kepada orang miskin dan golongan yang memerlukan adalah hak tertentu yang Allah bahagikan kepada golongan fakir melalui tangannya


3. Haji - ibadah yang diwajibkan sekali seumur hidup – tidak seperti ibadah lain yang diperbaharui berulang-ulang,

➧ Satu perjalanan rabbaniyyah, perjalanan nuraniyyah, perjalan­an hati-hati dan juga roh menuju Yang Maha Penciptanya – tulus hanya kerana Allah.

➧ Hati terpusat kepada Allah, menghampirkan diri kepadanya, menambah bekalan dengan kelebihan, ihsan dan rahmat Tuhan.

➧ Bersabar menanggung beratnya perjalanan jihad fi sabilillah dalam rangka beribadah kepada Allah dan mendekatkan diri kepadaNya.

➧ Sebagai zakat bagi kesihatan kita - menyibukkan tubuh fizikal kita dengan ketaatan kepada Allah.

➧ Berkumpulnya jama’ah haji dari penjuru dunia merupakan kesempatan yang sangat baik untuk mengukuhkan ikatan di antara kaum Muslimin,

➧ Melahirkan sikap sedia berkorban masa, wang ringgit dan tenaga demi ketaatan kepada Allah

➧ Merenung dan mengambil pelbagai ibrah dan pengajaran dari peristiwa sejarah yang berlaku ketika melawat tempat-tempat bersejarah di Mekah dan Madinah


4. Solat - hubungan dengan Allah Subhanahu wa Taala.

➧ Mendekatkan dan menjinakkan diri kepada Allah.

➧ Merehatkan dan melapangkan kita dari tugasan dan bebanan kehidupan

➧ Merasai kerehatan, keamanan, taufiq dan ketenteraman.

➧ Melahirkan pengertian izzah.

➧ Pergerakkan salat memberikan faedah kesihatan kepada jasad orang yang menunaikannya.

➧ Membuat persediaan untuk solat - mendidik seorang Muslim agar menjaga kebersihan, kesucian dan perasaan yang harmoni.

➧ Melatih untuk menjaga waktu agar tidak leka dengan apa-apa perkara sekalipun sehingga berlalunya waktu solat tanpa disedari.

➧ Melatih diri Muslim untuk mengetahui haluan dan kedudukan geografi bagi Ka’bah.

➧ Melahirkan rasa kesatuan dan ikatan dengan saudara selslam - setiap Muslim di seluruh pelusuk bumi menghadap ke qiblat yang satu.

➧ Menyahut seruan salat - mengandungi mujahadah, menguatkan kemahuan dan keazaman, dan mengalahkan hawa nafsu yang tamak.

➧ Solat berimam – menimbulkan semangat patuh, berdisplin dan ketaatan di samping nasihat dan teguran terhadap kesalahan.

➧ Solat berjemaah - tiada rasa meninggi diri, dan tiada rasa takabbur - semuanya sama di hadapan Allah dalam satu saf.

➧ Solat di masjid – memberi peluang untuk berkenal-kenalan, menjalin perpaduan, bersatu, dan bantu-membantu - menjalinkan tautan dengan masjid


Selain daripada ibadat yang wajib, terdapat juga ibadat-ibadat yang sunat. Kita menunaikannya selepas ditunaikan yang amalan fardu. Ia dapat menambah bekalan, taqwa dan mendekatkan diri kepada Allah. Bekalan ini boleh diambil melalui amalan seperti,

Qiamullail - merupakan mujahadah untuk memperkuatkan tekad dan keazaman; mengalahkan syaitan, dan melatih jiwa untuk tunduk kepada Allah.
  • Melahirkan rasa ketulusan, kemurnian, keikhlasan pada Allah dan terbebasnya hati dari pengaruh riya’. 
  • Sebahagian amalan yang dapat dilakukan ketika bangun malam - berdiri, sujud, zikir, membaca tasbih, beristighfar, dan berdo’a. 
  • Bangun di waktu malam sebagai seorang hamba yang fakir dan lemah, tertunduk-tunduk mengetuk pintu TuhanNya Yang Maha Pemurah 

Zikir - (Surah Al-Ahzab: Ayat 41-42)
  • Berzikir kepadaNya di semua kesempatan dan waktu - ketika makan, minum, berpakaian, tidur, bangun, menuju tempat kerja, di tengah-tengah bekerja. 
  • Zikir dengan hati, mendahului yang lain - menyedari bahawa segala hal yang kita merasai terdapat pengawasan Allah dalam hal tersebut. 
  • Perlu untuk meraih berbagai kebaikan dan menghindari kejahatan. 
  • Zikir di waktu malam merupakan santapan rohani dan bekal bagi ruh serta hati 

Doa - Ia merupakan salah satu sumber terpenting bagi bekalan perjalanan dakwah.
  • Sumber seorang hamba berkehendak dan merasakan kekuasaan Allah serta keyakinan bahawa segala sesuatu berada dalam genggaman Allah 
  • Doa di waktu malam merupakan ‘ibadah yang paling menyenangkan dan yang paling afdal 

Bekalan dari berbagai wasilah

1. Sirah – merupakan bekalan terbaik di jalan da’wah

➧ Mengandungi nasihat, iktibar dan pengajaran yang sangat banyak

➧ Merupakan pelaksanaan Islam yang pertama dan sahih di dalam kehidupan manusia – dijadikan contoh dan panduan

➧ Mempelajari sirah dengan amalan, ikutan dan pengenalan yang mendalam terhadap apa sahaja pendirian dan peristiwa yang dialami oleh Rasulullah SAW

➧ Bekalan terpenting – 1. Kesediaan jiwa dan bekalan ruh 2. Mengatasi segala rintangan dan kesusahan


2. Mengikuti Sunnah - sumber yang kedua bagi syariat Islam - ia menjelaskan lagi Kitabullah yang mulia

➧ Merupakan pengajaran yang sangat diperlukan oleh kita - tidak ada kebaikan atau kejayaan kecuali dengan berpegang teguh terhadapnya dan Quran

➧ Merupakan contoh teladan yang ditunjukkan oleh Rasulullah SAW kepada kita melalui perkataan dan perbuatannya

➧ Terjemahan dalam bentuk amali terhadap apa yang terkandung dalam Al-Qur’an Al-Karim

➧ Mengikutinya dalam seluruh bidang kehidupan - menjadikan kita selalu hidup penuh sedar, benar- benar prihatin dan mendisiplinkan jiwa

➧ Keseluruhan sunnah Rasul adalah bekal yang dapat menghidupkan hati para pengikutnya - membawa mereka kepada darjat keimanan dan ketaqwaan yang tinggi

➧ Dengannya hati akan hidup - juga dapat menyihatkan dan menyegarkan tubuh zahir

➧ Membina peribadi Muslim - memiliki keimanan yang kuat, tekad dan kehendak yang kuat, fizikal yang teguh, akhlaq yang mulia

➧ Membantu kita melonggarkan tarikan-tarikan duniawi, tidak menyibukkan diri dengan kenikmatan dunia, tetapi memberi tumpuan kepada akhirat dan keredaan Allah


3. Jihad - kewajipan yang berlaku sampai hari kiamat dan merupakan puncak segala urusan.

➧ Ketika berada di arena jihad dan persiapan untuk jihad - ketinggian rohani dan terbebasnya diri dari daya tarikan dunia – bekalan terbaik

➧ Orang berjihad di jalan Allah selalu berupaya memerangi godaan syaitan yang menghalangnya untuk berjihad dengan berbagai godaan

➧ Terbebas dari faktor-faktor kelemahan seperti kelemahan kemahuan, kerisauan, kesedihan, tidak produktif, ketidakupayaan, malas, lemah semangat, pengecut, bakhil, kurang percaya diri, tidak merasa bangga dengan agama dan sebagainya.

➧ Berjihad meletakkan para mujahidin untuk saling mencintai, saling bersaudara dan saling merapatkan barisan di antara sesama mereka.

➧ Dapat memperkukuh ikatan di kalangan kaum Muslimin dan mendukung nilai-nilai ukhuwah Islam

➧ Mujahid dapat mengambil pengajaran yang sangat berharga dari pertempuran dan peperangan yang diikuti


4. Dakwah - merupakan kewajipan bagi setiap Muslimin dan Muslimat - tugas para Rasul

➧ Pendawah melaksanakan tugas kerana Allah - imannya akan selalu bertambah dan hatinya selalu berhubung dengan Allah

➧ Berdakwah secara langsung dapat mengingatkan pendakwah - mengambil pengajaran sebagaimana orang lain mengambil pengajaran dari apa yang telah disampaikan

➧ Pendakwah selalu berusaha menjadi teladan yang baik bagi golongan yang diserunya dalam segala kebaikan yang telah disampaikan

➧ Pendakwah betul-betul menghayati apa yang diucapkan – agar dapat mempengaruhi dan menambah keimanan mereka yang mendengar

➧ Pendakwah mengorbankan waktu, tenaga, harta dan tubuh badannya - jiwa agar ia bebas dari kemalasan, kebakhilan, kelemahan dan sifat pengecut

➧ Pendakwah perlu menambah ilmu pengetahuan serta membuat kajian untuk memudahkan tugas dakwahnya serta meninggalkan kesan

➧ Pendakwah sentiasa menghargai masa - perlu berdisiplin dalam menghadiri pertemuan - tidak mensia-siakan waktu mad’u dan tidak membuang masa dengan perbicaraan yang tidak berfaedah

➧ Para da’i di jalan Allah tidak boleh lemah semangat - gara-gara letih, payah, sakit, perjalanan yang panjang, banyak berjaga malam dan pengorbanan

➧ Da’i di jalan Allah melatih dirinya agar tidak terjangkit penyakit ghurur (terpedaya)

➧ Para pendakwah yang tulus menyedari bahawa kemampuannya berucap dengan orang ramai, hingga orang terpesona dengan ucapannya adalah kurniaan dari Allah, bukan kerana semata-mata kehebatan dan kecerdasannya.

➧ Para pendakwah yang banyak berkelana ke berbagai daerah yang berbeza-beza akan bertambah luas wawasannya tentang masyarakat Islam, keadaan setempat dan permasalahan yang melanda dunia Islam - sebaik-baik bekalan


5. Persahabatan Yang Salih - nikmat besar yang tidak dapat dibeli dengan wang atau kekayaan dunia, tetapi ia wujud dengan kurniaan dan kekuasaan Allah

➧ Allah menganugerahkan nimat ini hanya kepada orang-orang yang beriman

➧ Ikatan ‘aqidah Islam adalah ikatan yang paling kuat - merasakan kebahagiaan dan ketenangan jiwa apabila berkumpul di bawah panji ukhwah

➧ Hubungan ukhwah kerana Allah sangat penting bagi gerakan dakwah - persaudaraan antara orang-orang Ansar dan Muhajirin dalam sirah menjadi bukti

➧ Sahabat-sahabat yang salih, mereka tidak akan membiarkan saudaranya bersendirian dalam menghadapi syaitan yang sentiasa menggoda.

➧ Sahabat yang salih itu jika kita memandang-nya dapat mengingatkan kita pada Allah dan taat kepadaNya

➧ Merasa memiliki peranan yang penting dan bererti bila bersama saudara-saudaranya

➧ Orang mukmin itu adalah bersatu dengan mukmin yang lain, ibarat bangunan yang sebahagiannya menguatkan sebahagian yang lain

➧ Orang mukmin itu adalah cermin bagi saudaranya

➧ Sahabat yang salih dapat melipat-gandakan kemampuan dan potensi seseorang – sentiasa membantu saudaranya dalam aspek pemikiran dan tenaga

➧ Sahabat yang salih dapat menambahkan kebahagiaan seseorang - mereka turut serta dengan kegembiraannya dan berusaha meringankan kesusahan dan kepedihannya

➧ Memeperoleh bekalan rohani yang besar – apabila saudara-saudaranya mendoakan kebaikan untuknya dari jarak jauh - termasuk salah satu do’a yang dikabulkan

➧ Melahirkan persatuan dan perpaduan, kekuatan dan kebaikan bagi Islam dan kaum Muslimin

➧ Ianya merupakan sebaik-baik pembantu dan bekal dalam perjalanan dakwah


6. Amalan Solih - merupakan bukti bagi keimanan dan keimanan merupakan syarat mutlaq agar diterima amal salih

➧ Buah dari keimanan dan ketaqwaan - sumber bagi bekal taqwa dan keimanan - sebaik-baik bekal dalam perjalanan

➧ Iman dan amal salih membawa pengampunan dan pahala yang besar - (Surah Al-Fath: Ayat 29)

➧ Menjadi penyebab diterimanya taubat dan digantikan keburukan dengan kebaikan - (Surah Al-Furqan: Ayat 70)

➧ Medan bagi penerapan ‘ilmu yang kita baca dan yang kita dengar - dari medan teori khayalan menuju realiti kehidupan

➧ Bukti kemenangan bagi kecenderungan untuk baik dan lemahnya kecenderungan melakukan keburukan

➧ Dapat membersihkan jiwa, meningkatkan kualitinya, menyucikannya dari kehinaan dan kotoran, serta menghiasinya dengan akhlaq-akhlaq utama dan sifat-sifat mulia

➧ Beramal salih membuat kita selalu hidup bersama kemuliaan dan menghindari perkara-perkara yang tidak berharga.

➧ Menjadikan pelakunya contoh tauladan yang baik bagi orang lain

➧ Amal solih boleh membimbing orang yang tidak terpelajar dengan bentuk nyata, bukan dengan kata-kata.

➧ Merupakan medan bagi perlaksanaan perintah-perintah Allah

➧ Dapat mewujudkan perubahan dalam jiwa yang menjadi pintu kebaikan bagi umat ini - (Surah Al-Ra’d: Ayat 11)

➧ Memperolehi sifat prihatin terhadap waktu dan tidak akan membiarkan sebahagian waktunya berlalu begitu sahaja kecuali untuk amal yang bermanfaat

➧ Sarana yang baik untuk mendapatkan pahala akhirat - simpanan kebaikan Muslim adalah sekadar amal salih yang ia lakukan


Kesimpulannya

Bekalan di perjalanan dapat menjadikan pemiliknya sebagai pendokong pendakwah contoh yang memahami agamanya dengan sebenarnya dan menyeluruh; jauh dari kekeliruan atau penyimpangan; menyedari kewajipan-kewajipan yang telah ditetapkan oleh Islam untuknya; mengikhlaskan seluruh amal yang dilakukan hanya kepada Allah dan mencari redaNya; memahami tahap-tahap amal, sasaran, dan sarananya serta tidak menyalahinya; dan meyakini bahawa jihad adalah jalan yang di tempuh oleh para pendokong dakwah.

Tetap pada kebenaran dan dalam berjihad untuk mencapai tujuan, meskipun jalannya panjang dan memerlukan waktu yang lama, hingga bertemu Allah dalam keadaan seperti itu. Tulus pada dakwah serta jamaahnya. Terbebas dari prinsip selainnya dan dari berbagai peribadi atau tokoh. Thiqah (percaya) pada Tuhannya, dakwahnya, jamaahnya dan pemimpinnya. Kepercayaan yang tidak bercampur dengan kebimbangan dan keraguan. Iltizam dengan segala perintah selama tidak melakukan maksiat, dan melaksanakan kewajipan-kewajipan sebagai pendokong dakwah dengan tulus dan jujur.


Ringkasan oleh:
Sahara bt Mohamed Said
Batu Pahat 2016

Wednesday, 12 October 2011

Labbaikallahumma Labbaik - Aku memenuhi panggilanMu

Bacaan Talbiah:

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ

 إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ

Labbaikallahumma Labbaik
Labbaika Laa Syarikalaka Labbaik
Innalhamda Wan Ni'mata
Laka Wal Mulk
Laa Syarikalak

Erti bacaan talbiyah:

Aku memenuhi panggilanMu ya Allah aku memenuhi panggilanMu. Aku memenuhi panggilanMu tiada sekutu bagiMu aku memenuhi panggilanMu. Sesungguhnya pujian dan ni’mat adalah milikMu begitu juga kerajaan tiada sekutu bagiMu



Setiap kali  mendengar bacaan talbiah ini teringat ketika saya dan suami berada di Tanah Suci menunaikan ibadat haji lebih kurang 10 tahun yang lalu. Pilu dan sedih mendengarnya dek perasaan rindu untuk menziarahinya sekali lagi. Kami teringin sangat untuk kembali ke sana tetapi keadaan tidak menizinkan buat masa ini.

Sehingga ke hari ini saya masih tertanya-tanya, "Apakah saya mendapat haji mabrur?", "Apakah saya sudah laksanakan semua rukun-rukun haji itu dengan sempurna?". Alangkah ruginya kalau ibadat haji saya itu tidak diterima ..... kerana itulah perlu berhati-hati dalam menunaikannya ...... persediaan dari sudut fizikal dan rohani amat-amat  diperlukan.

Apakah Haji Mabrur?

Para pakar fiqh mengatakan bahawa yang dimaksud haji mabrur adalah haji yang tidak dikotori dengan kemaksiatan pada ketika melaksanakan rangkaian manasiknya (tata cara haji).

Al Hasan Al Bashri rahimahullah mengatakan,

“Haji mabrur adalah jika sekembali dari haji menjadi orang yang zuhud dengan dunia dan merindukan akhirat.”

Al Qurthubi rahimahullah  menyimpulkan,

“Haji mabrur adalah haji yang tidak dikotori oleh maksiat ketika melaksanakan manasik dan tidak lagi gemar bermaksiat setelah balik haji.”


Manakala An Nawawi rahimahullah pula berkata,

“Pendapat yang paling kuat dan yang paling terkenal, haji mabrur adalah haji yang tidak  dinodai oleh dosa, diambil dari kata-kata birr yang bermakna ketaatan. Ada juga yang berpendapat bahawa haji mabrur adalah haji yang diterima. Di antara tanda diterimanya haji seseorang adalah adanya perubahan menuju yang lebih baik setelah pulang dari pergi haji dan tidak membiasakan diri melakukan berbagai maksiat. Ada pula yang mengatakan bahawa haji mabrur adalah haji yang tidak dicampuri unsur riya’. Ulama yang lain berpendapat bahawa haji mabrur adalah jika sekembali dari haji tidak lagi bermaksiat. Dua pendapat yang terakhir telah tercakup dalam pendapat-pendapat sebelumnya.”

Setelah faham apa yang dimaksudkan dengan haji mabrur, maka sewajarnya orang yang berhasil mencapai ketetapan  tersebut akan mendapatkan keutamaan sebagaimana yang disebutkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ

“Dan haji mabrur tidak ada balasan yang layak baginya selain syurga.”

(HR. Bukhari no. 1773 dan Muslim no. 1349).

An Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Yang dimaksud, ‘tidak ada balasan yang layak baginya selain syurga’, bahawasanya haji mabrur tidak cukup jika pelakunya dihapuskan sebagian kesalahannya; bahkan ia memang layak untuk masuk syurga.”

Di antara bukti dari haji mabrur adalah gemar berbuat baik terhadap sesama insan.Dari Jabir, ia berkata bahawa Rasulullah SAW pernah ditanya tentang haji yang mabrur. Jawapan beliau,

إطعام الطعام و طيب الكلام

“Suka bersedekah dengan cara memberi makan dan memiliki tutur kata yang baik”      (HR. Hakim no. 1778)
Syaikh Al Albani mengatakan bahawa hadis ini hasan.

Demikianlah kriteria haji mabrur. Kriteria penting pada haji mabrur adalah haji tersebut dilakukan dengan ikhlas dan bukan atas dasar riya’, hanya ingin mencari pujian, seperti ingin disebut “Pak Haji”. Ketika melakukan haji pun melalui jalan yang benar, bukan dengan cara menipu atau menggunakan harta yang haram. Ketika melakukan manasik haji, harus menjauhi maksiat, ini juga termasuk kriteria mabrur. Begitu pula disebut mabrur adalah sesudah menunaikan haji tidak boleh lagi berbuat maksiat tetapi berusaha menjadi yang lebih baik.

Adalah  menjadi tanda tanya besar jika seseorang selepas haji  masih meneruskan maksiat yang dulu sering ia lakukan, seperti seringnya ponteng solat lima waktu, masih suka mengisap rokok atau malah masih berseronok berkumpul untuk berjudi. Kalau di kalangan artis pula masih aktif dengan aktiviti lama mereka dan kalau yang perempuan masih tidak menutup aurat, malah masih ada yang berpakaian seksi. Manakala para pemimpin pula tidak menunjukkan sebarang perubahan pada cara kepimpinan mereka, masih mengamalkan rasuah, menipu dan tidak amanah.

Jika demikian keadaannya, maka sungguh sia-sia haji yang ia lakukan. Pembiayaan  yang beribu dan tenaga yang tercurah selama haji, jadi sia-sia belaka.

Saturday, 17 September 2011

Allah Amat Dekat Dengan Orang Yang Berdoa

 Abdul  Latip Talib dalam novel sejarahnya yang bertajuk Hulagu Khan telah menceritakan bagaimana orang Monggol tidak takut betapa besar sekalipun jumlah tentera Islam Abbasiah, banyaknya pedang tentera Islam bersinar atau banyaknya anak-anak panah berterbangan dari pihak Islam.

Apa yang mereka geruni dari pihak lawan  hanyalah doa orang Islam; kerana doa inilah yang menakutkan Genghis Khan, datuknya, dari menawan kota Baghdad dulu. Kerana doa ini jugalah menakutkan Hulagu Khan dari mara ke Makkah dan Madinah di hujung usianya. Doa dan munajat kepada Tuhan adalah senjata sebenar umat Islam.

Hulagu Khan seorang pemimpin perang yang pintar. Mereka memperdaya dahulu para alim ulama, imam-imam, tokoh-tokoh agama dengan diberi makan daging babi dan anjing. Makanan haram inilah menyebabkan doa-doa para ulama di belakang Khalifah al-Mu’tasim tidak dimakbulkan selama 40 hari 40 malam.

Sesuap saja makanan haram, akan mengakibatkan doa kita selama 40 hari tidak terkabul. Apabila makanan haram yang masuk ke perut kita lebih dari sesuap bahkan berkali-kali sehingga tidak terhitung lagi, sudah tentu sampai matipun kita berdoa, Allah tidak akan mengabulkannya.

Pada suatu hari Saad bin Abi Waqqas bertanya kepada Rasulullah,

"Ya Rasulullah, doakan aku kepada Allah agar aku dijadikan Allah orang yang makbul doanya."

Rasulullah menjawab, "Hai Saad, makanlah yang baik, (halal) tentu engkau menjadi orang yang makbul doanya. Demi Allah yang memegang jiwa Muhammad, sesungguhnya seorang yang pernah melemparkan sesuap makanan haram ke dalam mulutnya (perutnya), maka tidaklah akan dikabulkan doanya selama 40 hari. Siapa saja manusia yang dagingnya tumbuh dari makanan yang haram, maka nerakalah yang berhak untuk orang itu."

(HR. Alhaafidh Abubakar bin Mardawih dikutip oleh Alhaafidh Ibnu Kathir dalam tafsirnya).

Allah amat dekat dengan orang yang berdoa. Firman Allah,

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ


Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahawasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku. Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”

(QS. Al Baqarah: 186)

Sebagian sahabat radhiyallahu ‘anhum berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ رَبُّنَا قَرِيبٌ فَنُنَاجِيهِ ؟ أَوْ بَعِيدٌ فَنُنَادِيهِ ؟ فَأَنْزَلَ اللَّهُ هَذِهِ الْآيَةَ

“Wahai Rasulullah, apakah Rabb kami itu dekat sehingga kami cukup bersuara perlahan ketika berdo’a ataukah Rabb kami itu jauh sehingga kami menyerunya dengan suara kuat?” Lantas Allah Ta’ala menurunkan ayat di atas.

(Majmu’ Al Fatawa, 35/370)

Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Kedekatan yang dimaksud dalam ayat ini adalah kedekatan Allah pada orang yang berdo’a (kedekatan yang sifatnya khusus).”

(Majmu’ Al Fatawa, 5/247)

Perlu diketahui bahwa kedekatan Allah itu ada dua jenis:

  1. Kedekatan Allah yang umum dengan ilmu-Nya, ini berlaku pada setiap makhluk.

  2. Kedekatan Allah yang khusus pada hamba-Nya dan seorang muslim yang berdo’a pada-Nya, yaitu Allah akan mengijabahi (mengabulkan) do’anya, menolongnya dan memberi taufik padanya.                                                  (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 87)
Kedekatan Allah pada orang yang berdo’a adalah kedekatan yang khusus seperti jenis kedua. Allah begitu dekat pada orang yang berdo’a dan yang beribadah pada-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam hadis juga bahawa tempat yang paling dekat antara seorang hamba dengan Allah adalah ketika ia sujud.

(Majmu’ Al Fatawa, 15/17)

Siapa saja yang berdo’a pada Allah dengan menghadirkan hati ketika berdo’a, menggunakan do’a yang ma’tsur (dibimbing), menjauhi hal-hal yang dapat menghalangi terkabulnya do’a (seperti memakan makanan yang haram), maka niscaya Allah akan mengijabahi do’anya. Lebih-lebih lagi jika ia melakukan sebab-sebab terkabulnya do’a iaitu, tunduk pada perintah dan larangan Allah dengan perkataan dan perbuatan, dan disertai dengan mengimaninya.

(Taisir Al Karimir Rahman, hal. 87)

Berdasarkan pengetahuan ini seharusnya seseorang tidak meninggalkan berdo’a pada Rabbnya yang tidak mungkin menyia-nyiakan do’a hamba-Nya. Yakinilah bahawa Allah benar-benar begitu dekat dengan orang yang berdo’a, bererti akan mudah mengabulkan do’a setiap hamba. 

Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda,

ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لاَ يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ

Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan  ketahuilah bahawa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai.


(HR. Tirmidzi no. 3479. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Ingatlah hadis dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda,

لَيْسَ شَيْءٌ أَكْرَمَ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى مِنَ الدُّعَاءِ

Tidak ada sesuatu yang lebih besar pengaruhnya di sisi Allah Ta’ala selain do’a."

 (HR. Tirmidzi no. 3370, Ibnu Majah no. 3829, Ahmad 2/362. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadis ini hasan).

Ada beberapa jalan Allah kabulkan do’a. Dari Abu Sa’id, Nabi SAW bersabda,

« ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ « اللَّهُ أَكْثَرُ »

Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selama tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antara kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: [1] Allah akan segera mengabulkan do’anya, [2] Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan [3] Allah akan menghindarkan darinya keburukan yang seumpama.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi SAW lantas berkata, “Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan do'a-do'a kalian.

(HR. Ahmad 3/18. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanadnya jayyid)

Dalam sesetengah keadaan kemungkinan Allah menunda mengabulkan do’a. Boleh jadi pula Allah mengganti apa yang dihajati kita dalam do’a dengan sesuatu yang Allah anggap lebih baik. Atau boleh jadi pula Allah akan mengganti dengan pahala di akhirat. Jadi do’a tidaklah sia-sia.


Saturday, 21 May 2011

Salman al Farisi - Gabenor yang Tidak Ambil Gaji

Nama panggilannya adalah Abu Abdillah dan digelari dengan " Salman Al-Khair". Salman dihormati sebagai seorang yang luas ilmu pengetahuan dan bijaksana. Tentang Salman, Nabi pernah mengatakan,

''Syurga merindukan tiga orang, yakni Ali bin Abi Thalib, Ammar bin Yasir, dan Salman Al-Farisi.''

Sementara Ali bin Abi Thalib pernah berkata,

''Siapa orang yang kamu miliki yang seperti Lukman Al-Hakim? Ia diberi pengetahuan tentang syariat terdahulu dan syariat yang turun kemudian; ia membaca dan mempelajari kitab suci yang terdahulu dan kitab suci yang turun paling akhir. Ilmunya bak lautan yang tidak pernah kering.''

Beliau adalah orang yang pertama menterjemah al Quran ke bahasa asing (Parsi). Beliau juga yang memberi idea untuk membina parit di sekeliling kota Madinah ketika perang Khandak.

Salman datang dari keluarga yang kaya -raya sebelum memeluk Islam. Dia sanggup meninggalkan kehidupan yang serba mewah , dan menjadi hamba abdi semata-semata kerana ingin mencari kebenaran. Kegigihannya mencari hidayah telah diceritakan dalam satu hadis:

Dari Abdullah bin Abbas Radliyallahu 'Anhuma berkata, "Salman al-Farisi Radliyallahu 'Anhu menceritakan biografinya kepadaku dari mulutnya sendiri. Kata Salman, "Saya pemuda Parsi, penduduk kota Isfahan, berasal dari desa Jayyan. Bapaku pemimpin Desa. Orang terkaya dan berkedudukan tinggi di situ. Aku adalah insan yang paling disayangi ayah sejak dilahirkan. Kasih sayang beliau semakin bertambah seiring dengan peningkatan usiaku, sehingga kerana teramat sayang, aku dijaga di rumah seperti anak gadis.

Aku mengabdikan diri dalam Agama Majusi (yang dianut ayah dan bangsaku).  Aku ditugaskan untuk menjaga api penyembahan kami supaya api tersebut sentiasa menyala.

Ayahku memiliki kebun yang luas, dengan hasil yang banyak Kerana itu beliau menetap di sana untuk mengawasi dan memungut hasilnya. Pada suatu hari bapa pulang ke desa untuk menyelesaikan suatu urusan penting. Beliau berkata kepadaku, "Hai anakku! Bapa sekarang sangat sibuk. Kerana itu pergilah engkau mengurus kebun kita hari ini menggantikan Bapa.''

Aku pergi ke kebun kami. Dalam perjalanan ke sana aku melalui sebuah gereja Nasrani. Aku mendengar suara mereka sedang sembahyang. Suara itu sangat menarik perhatianku.

Sebenarnya aku belum mengerti apa-apa tentang agama Nasrani dan agama-agama lain. Kerana selama ini aku dikurung bapa di rumah, tidak boleh bergaul dengan siapapun. Maka ketika aku mendengar suara mereka, aku tertarik untuk masuk ke gereja itu  dan mengetahui apa yang sedang mereka lakukan. Aku kagum dengan cara mereka bersembahyang dan ingin menyertainya.

Kataku, "Demi Allah! ini lebih bagus daripada agama kami."Aku tidak berganjak dari gereja itu sehinggalah petang. Sehingga aku terlupa untuk ke kebun.

Aku bertanya kepada mereka, "Dari mana asal agama ini?"

"Dari Syam (Syria)," jawab mereka.

Setelah hari senja, barulah aku pulang. Bapa bertanyakan urusan kebun yang ditugaskan beliau kepadaku.

Jawabku, "Wahai, Bapa! Aku bertemu dengan orang sedang sembahyang di gereja. Aku kagum melihat mereka sembahyang. Belum pernah aku melihat cara orang sembahyang seperti itu. Kerana itu aku berada di gereja mereka sampai petang."

Bapa menasihati akan perbuatanku itu. Katanya, "Hai, anakku! Agama Nasrani itu bukan agama yang baik. Agamamu dan agama nenek moyangmu (Majusi) lebih baik dari agama Nasrani itu!"

Jawabku, "Tidak! Demi Allah! Sesungguhnya agama merekalah yang lebih baik dari agama kita."

Bapa khuatir dengan ucapanku itu. Dia takut kalau aku murtad dari agama Majusi yang kami anuti. Kerana itu dia mengurungku dan membelenggu kakiku dengan rantai.

Ketika aku beroleh kesempatan, kukirim surat kepada orang-orang Nasrani minta tolong kepada mereka untuk memaklumkan kepadaku andai ada kafilah yang  akan ke Syam supaya memberitahu kepadaku. Tidak berapa lama kemudian, datang kepada mereka satu kafilah yang hendak pergi ke Syam. Mereka memberitahu kepadaku.

Maka aku berusaha untuk membebaskan diri daripada rantai yang membelengu diriku dan melarikan diri bersama kafilah tersebut ke Syam.

Sampai di sana aku bertanya kepada mereka, "Siapa kepala agama Nasrani di sini?"

"Uskup yang menjaga "jawab mereka.

Aku pergi menemui Uskup seraya berkata kepadanya, "Aku tertarik masuk agama Nasrani. Aku bersedia menadi pelayan anda sambil belajar agama dan sembahyang bersama-sama anda."

'Masuklah!" kata Uskup.
Aku masuk, dan membaktikan diri kepadanya sebagai pelayan.

Setelah beberapa lama aku berbakti kepadanya, tahulah aku Uskup itu orang jahat. Dia menganjurkan jama'ahnya bersedekah dan mendorong umatnya beramal pahala. Bila sedekah mereka telah terkumpul, disimpannya saja dalam perbendaharaannya dan tidak dibahagi-bahagikannya kepada fakir miskin sehingga kekayaannya telah berkumpul sebanyak tujuh peti emas.

Aku sangat membencinya kerana perbuatannya yang mengambil kesempatan untuk mengumpul harta dengan duit sedekah kaumnya. tidak lama kemudian dia meninggal. Orang-orang Nasrani berkumpul hendak menguburkannya.

Aku berkata kepada mereka, 'Pendeta kalian ini orang jahat. Dianjurkannya kalian bersedekah dan digembirakannya kalian dengan pahala yang akan kalian peroleh. Tapi bila kalian berikan sedekah kepadanya disimpannya saja untuk dirinya, tidak satupun yang diberikannya kepada fakir miskin."

Tanya mereka, "Bagaimana kamu tahu demikian?"

Jawabku, "Akan kutunjukkan kepada kalian simpanannya."

Kata mereka, "Ya, tunjukkanlah kepada kami!"

Maka kuperlihatkan kepada mereka simpanannya yang terdiri dan tujuh peti, penuh berisi emas dan perak. Setelah mereka saksikan semuanya, mereka berkata, "Demi Allah! Jangan dikuburkan dia!"

Lalu mereka salib jenazah uskup itu, kemudian mereka lempari dengan batu. Sesudah itu mereka angkat pendeta lain sebagai penggantinya. Akupun mengabdikan diri kepadanya. Belum pernah kulihat orang yang lebih zuhud daripadanya. Dia sangat membenci dunia tetapi sangat cinta kepada akhirat. Dia rajin beribadat siang malam. Kerana itu aku sangat menyukainya, dan lama tinggal bersamanya.

Ketika ajalnya sudah dekat, aku bertanya kepadanya, "Wahai guru! Kepada siapa guru mempercayakanku seandainya guru meninggal. Dan dengan siapa aku harus berguru sepeninggalan guru?"

Jawabnya, "Hai, anakku! Tidak seorang pun yang aku tahu, melainkan seorang pendeta di Mosul, yang belum merubah dan menukar-nukar ajaran-ajaran agama yang murni. Hubungi dia di sana!"

Maka tatkala guruku itu sudah meninggal, aku pergi mencari pendeta yang tinggal di Mosul. Kepadanya kuceritakan pengalamanku dan pesan guruku yang sudah meninggal itu.

Kata pendeta Mosul, "Tinggallah bersama saya."

Aku tinggal bersamanya. Ternyata dia pendeta yang baik. Ketika dia hampir meninggal, aku berkata kepada nya, "Sebagaimana guru ketahui, mungkin ajal guru sudah dekat. Kepada siapa guru mempercayai seandainya  guru sudah tiada?"

Jawabnya, "Hai, anakku! Demi Allah! Aku tak tahu orang yang seperti kami, kecuali seorang pendeta di Nasibin. Hubungilah dia!"

Ketika pendeta Mosul itu sudah meninggal, aku pergi menemui pendeta di Nasibin. Kepadanya kuceritakan pengalamanku serta pesan pendeta Mosul.
Kata pendeta Nasibin, "Tinggallah bersama kami!"

Setelah aku tinggal di sana, ternyata pendeta Nasibin itu memang baik. Aku mengabdi dan belajar dengannya sehinggalah beliau wafat. Setelah ajalnya sudah dekat, aku berkata kepadanya, "Guru sudah tahu perihalku maka kepada siapa harusku berguru seandainya guru meninggal?"

Jawabnya, "Hai, anakku! Aku tidak tahu lagi pendeta yang masih memegang teguh agamanya, kecuali seorang pendeta yang tinggal di Amuria. Hubungilah dia!"

Aku pergi menghubungi pendeta di Amuria itu. Maka kuceritakan kepadanya pengalamanku.

Katanya, "Tinggallah bersama kami!
Dengan petunjuknya, aku tinggal di sana sambil mengembala kambing dan sapi. Setelah guruku sudah dekat pula ajalnya, aku berkata kepadanya, "Guru sudah tahu urusanku. Maka kepada siapakah lagi aku akan anda percayai seandainya  guru meninggal dan apakah yang harus kuperbuat?"

Katanya, "Hai, anakku! Setahuku tidak ada lagi di muka bumi ini orang yang berpegang teguh dengan agama yang murni seperti kami. Tetapi sudah hampir tiba masanya, di tanah Arab akan muncul seorang Nabi yang diutus Allah membawa agama Nabi Ibrahim.

Kemudian dia akan berpindah ke negeri yang banyak pohon kurma di sana, terletak antara dua bukit berbatu hitam. Nabi itu mempunyai ciri-ciri yang jelas. Dia mahu menerima dan memakan hadiah, tetapi tidak mahu menerima dan memakan sedekah. Di antara kedua bahunya terdapat tanda kenabian. Jika engkau sanggup pergilah ke negeri itu dan temuilah dia!"

Setelah pendeta Amuria itu wafat, aku masih tinggal di Amuria, sehingga pada suatu waktu segerombolan saudagar Arab dan kabilah "Kalb" lewat di sana. Aku berkata kepada mereka, "Jika kalian mahu membawaku ke negeri Arab, aku berikan kepada kalian semua sapi dan kambing-kambingku."

Jawab mereka, "Baiklah! Kami bawa engkau ke sana."
Maka kuberikan kepada mereka sapi dan kambing peliharaanku semuanya. Aku dibawanya bersama-sama mereka. Sesampainya kami di Wadil Qura aku ditipu oleh mereka. Aku dijual kepada seorang Yahudi. Maka dengan terpaksa aku pergi dengan Yahudi itu dan berkhidmat kepadanya sebagai hamba. Pada suatu hari anak saudara majikanku datang mengunjunginya, iaitu Yahudi Bani Quraizhah, lalu aku dibelinya daripada majikanku.

Aku berpindah  ke Yastrib dengan majikanku yang baru ini. Di sana aku melihat banyak pohon kurma seperti yang diceritakan guruku, Pendeta Amuria. Aku yakin itulah kota yang dimaksud guruku itu. Aku tinggal di kota itu bersama majikanku yang baru.

Ketika itu Nabi yang baru diutus sudah muncul. Tetapi baginda masih berada di Makkah menyeru kaumnya. Namun begitu aku belum mendengar apa-apa tentang kehadiran serta da'wah yang baginda sebarkan kerana aku terlalu sibuk dengan tugasku sebagai hamba.

Tidak berapa lama kemudian, Rasulullah saw. berpindah ke Yastrib. Demi Allah! Ketika itu aku sedang berada di puncak pohon kurma melaksanakan tugas yang diperintahkan majikanku. Dan majikanku itu duduk di bawah pohon. Tiba-tiba datang anak saudaranya mengatakan, "Biar mampus Bani Qaiah!( kabilah Aus dan Khazraj) Demi Allah! Sekarang mereka berkumpul di Quba' menyambut kedatangan lelaki dari Makkah yang mendakwa dirinya Nabi."

Mendengar ucapannya itu badanku terasa panas dingin seperti demam, sehingga aku menggigil kerananya. Aku kuatir akan jatuh dan tubuhku akan menimpa majikanku. Aku segera turun dari puncak ponon, lalu bertanya kepada tamu itu, "Apa kabar anda? Cubalah khabarkan kembali kepadaku!"

Majikanku marah dan memukulku seraya berkata, "Ini bukan urusanmu! Kerjakan tugasmu kembali!"

Keesokannya aku mengambil buah kurma seberapa banyak yang mampu kukumpulkan. Lalu kubawa ke hadapan Rasulullah saw..

Kataku "Aku tahu tuan orang soleh. Tuan datang bersama-sama sahabat  tuan sebagai perantau. Inilah sedikit kurma dariku untuk sedekahkan kepada tuan. Aku lihat tuanlah yang lebih berhak menerimanya daripada yang lain-lain." Lalu aku hulurkan kurma itu ke hadapannya.

Baginda berkata kepada para sahabatnya, "silakan kalian makan,...!" Tetapi baginda tidak menyentuh sedikit pun makanan itu apalagi untuk memakannya.

Aku berkata dalam hati, "Inilah satu di antara ciri cirinya!"

Kemudian aku pergi meninggalkannya dan kukumpulkan pula sedikit demi sedikit kurma yang terdaya kukumpulkan. Ketika Rasulullah saw. pindah dari Quba' ke Madinah, kubawa kurma itu kepada baginda.

Kataku, "Aku lihat tuan tidak mahu memakan sedekah. Sekarang kubawakan sedikit kurma, sebagai hadiah untuk tuan."

Rasulullah saw. memakan buah kurma yang kuhadiahkan kepadanya. Dan baginda mempersilakan pula para sahabatnya makan bersama-sama dengannya. Kataku dalam hati, "ini ciri kedua!"

Kemudian kudatangi baginda di Baqi', ketika baginda menghantar jenazah sahabat baginda untuk dimakamkan di sana. Aku melihat baginda memakai dua helai kain. Setelah aku memberi salam kepada baginda, aku berjalan mengekorinya sambil melihat ke belakang baginda untuk melihat tanda kenabian yang dikatakan guruku.

Agaknya baginda mengetahui maksudku. Maka dijatuhkannya kain yang menyelimuti belakangnya, sehingga aku melihat dengan jelas tanda kenabiannya.

Barulah aku yakin, dia adalah Nabi yang baru diutus itu. Aku terus memeluk bagindanya, lalu kuciumi dia sambil menangis.

Tanya Rasulullah, "Bagaimana khabar Anda?"

Maka kuceritakan kepada beliau seluruh kisah pengalamanku. Beliau kagum dan menganjurkan supaya aku menceritakan pula pengalamanku itu kepada para sahabat baginda. Lalu kuceritakan pula kepada mereka. Mereka sangat kagum dan gembira mendengar kisah pengalamanku.

Berbahagilah Salman Al-Farisy yang telah berjuang mencari agama yang hak di setiap tempat. Berbahagialah Salman yang telah menemukan agama yang hak, lalu dia iman dengan agama itu dan memegang teguh agama yang diimaninya itu. Berbahagialah Salman pada hari kematiannya, dan pada hari dia dibangkitkan kembali kelak.

Salman sibuk bekerja sebagai hamba. Dan kerana inilah yang menyebabkan Salman terhalang mengikuti perang Badar dan Uhud. "Rasulullah saw. suatu hari bersabda kepadaku, "Mintalah kepada majikanmu untuk bebas, wahai Salman!" Maka majikanku membebaskan aku dengan tebusan 300 pohon kurma yang harus aku tanam untuknya dan 40 uqiyah.

Kemudian Rasulullah saw. mengumpulkan para sahabat dan bersabda, "Berilah bantuan kepada saudara kalian ini." Mereka pun membantuku dengan memberi pohon (tunas) kurma. Seorang sahabat ada yang memberiku 30 pohon, atau 20 pohon, ada yang 15 pohon, dan ada yang 10 pohon, setiap orang sahabat memberiku pohon kurma sesuai dengan kadar kemampuan mereka, sehingga terkumpul benar-benar 300 pohon.

Setelah terkumpul Rasulullah saw. bersabda kepadaku, "Berangkatlah wahai Salman dan tanamlah
pohon kurma itu untuk majikanmu, jika telah selesai datanglah kemari aku akan meletakkannya di tanganku."

Aku pun menanamnya dengan dibantu para sahabat. Setelah selesai aku menghadap Rasulullah saw. dan memberitahukan perihalku, Kemudian Rasulullah saw. keluar bersamaku menuju kebun yang aku tanami itu. Kami dekatkan pohon (tunas) kurma itu kepada baginda dan Rasulullah  saw. pun meletakkannya di tangan baginda. Maka, demi jiwa Salman yang berada di tanganNya, tidak ada sebatang pohon pun yang mati.

Untuk tebusan pohon kurma sudah dipenuhi, aku masih mempunyai tanggungan wang sebesar 40 uqiyah. Kemudian Rasulullah  saw. membawa emas sebesar telur ayam hasil dari rampasan perang. Lantas baginda bersabda,  "Apa yang telah dilakukan Salman al-Farisi?"

Kemudian aku dipanggil baginda, lalu baginda bersabda,  "Ambillah emas ini, gunakan untuk melengkapi tebusanmu wahai Salman!"

"Wahai Rasulullah saw., bagaimana status emas ini bagiku? Soalku inginkan kepastian daripada baginda.

Rasulullah menjawab, "Ambil saja! Insya Allah, Allah Subhanahu wa Ta'ala akan memberi kebaikan kepadanya." Kemudian aku menimbang emas itu. Demi jiwa Salman yang berada di tanganNya, berat ukuran emas itu 40 uqiyah. Kemudian aku penuhi tebusan yang harus aku serahkan kepada majikanku, dan aku dimerdekakan.

Setelah itu aku turut serta bersama Rasulullah saw. dalam perang Khandaq, dan sejak itu tidak ada satu peperangan yang tidak aku ikuti.'

(HR. Ahmad, 5/441; ath-Thabrani dalam al-Kabir(6/222); lbnu Sa'ad dalamath-Thabagat, 4/75; al-Balhaqi dalam al-kubra, 10/323.)

Beliau dilantik sebagai gabenor di Al-Madain yang terletak berdekatan Baghdad. Salman mendapat gaji sebanyak lima ribu dirham. Semua wang tersebut disedekahkannya kepada fakir miskin. Beliau menyara hidup dengan bekerja sendiri. Bila beberapa orang datang ke Madain dan melihat beliau bekerja di sebuah kebun kurma, mereka berkata:
“Tuan adalah amir di sini dan rezeki tuan sudah dijamin, tetapi tuan masih melakukan pekerjaan ini!”
“Aku suka memakan hasil dari kerjaku sendiri,” jawabnya.Satu hari ketika sedang berjalan di sebatang jalan, dia didatangi seorang lalaki dari Syiria menanggung sebakul buah tin dan kurma dalam keadaan sukar dan lelah. Lelaki itu tidak mengenali Salman, lalu meminta Salman turut membawa bakul buah itu bersama ke tempat yang dituju. Salman dengan rela hati melakukanya.

Dalam perjalanan itu, laki bersama Salman yang merengkuh membawa buah-buah itu bertembung dengan satu rombongan. Salman memberi salam. Rupanya rombongan itu mengenali Salman sebagai Amir.

Maka guguplah lelaki yang meminta Salman membawa buah-buahnya. Lalu lelaki itu pun meminta maaf dan meminta semula bakul-bakul yang dibawa oleh Salman.

Salman segera menjawab: “ Tidak, biar aku  hantar sampai ke rumahmu.”

Salman seorang yang zuhud dan gemar hidup secara susah. Beliau tidak suka tinggal di bawah bumbung, sebaliknya hanya berlindung di bawah pokok atau di tepi dinding. Beliau hanya mempunyai sehelai baju luar.

Suatu hari seorang lelaki telah berkeras untuk mendirikannya sebuah rumah dari lebihan bangunan. Salman bertanya kepada tukang rumahnya:

“ Bagaimana bentuk yang kamu hendak dirikan rumah ini?”


Tukang rumah itu sememangnya tahu Salman orang yang sederhana dan bukan dari orang yang suka bermewah-mewah, lalu dikatakan kepada Salman:

“ Janganlah tuan bimbang, rumah yang akan saya lakukan ini, hanya untuk berteduh ketika panas dan berlindung ketika hujan. Jika tuan berdiri, kepala tuan akan menyentuhi langit bumbung dan jika tuan berbaring, kaki tuan akan terhantuk kepada dinding.”

Dengan selamba Salman berkata:

“ Betul tu, begitulah yang saya mahu.”